- Home
- Kulineran
Asal-Usul Kluwek dalam Masakan Nusantara: Sejarah Rempah Unik Pemberi Warna dan Rasa Khas
Di balik tampilannya yang misterius, kluwek menyimpan cerita panjang tentang tradisi, racun yang dijinakkan, dan kelezatan yang tak tergantikan.

SOEAT - Dalam semangkuk rawon yang menggoda, tersembunyi rahasia rasa yang tak bisa ditiru oleh bumbu lain: kluwek. Biji hitam legam ini bukan sekadar pewarna alami, melainkan penjaga warisan rasa yang telah melintasi zaman dan budaya.
Di balik tampilannya yang misterius, kluwek menyimpan cerita panjang tentang tradisi, racun yang dijinakkan, dan kelezatan yang tak tergantikan. Ia bukan hanya bumbu, tapi simbol kearifan lokal yang mengajarkan bahwa sesuatu yang berbahaya bisa menjadi berkah jika diolah dengan bijak.
Asal-Usul dan Identitas Botani
Kluwek berasal dari biji buah pohon Pangium edule, yang dikenal dengan berbagai nama lokal seperti pucung, kepayang, atau keluak. Pohon ini tumbuh subur di wilayah tropis Asia Tenggara, terutama Indonesia, Malaysia, dan Papua Nugini.
Buahnya berbentuk bulat lonjong dengan kulit keras, dan bijinya berwarna putih saat segar. Buah ini berubah menjadi hitam setelah melalui proses fermentasi alami.
Secara ilmiah, kluwek termasuk dalam famili Flacourtiaceae. Dalam satu buah, terdapat sekitar 20–30 biji berbentuk segitiga dengan panjang sekitar 5 cm. Kulit bijinya kasar dan berkayu, sementara daging bijinya menjadi lunak dan beraroma khas setelah difermentasi.
Sejarah Penggunaan dalam Masakan Tradisional
Penggunaan kluwek dalam kuliner Nusantara telah tercatat sejak era Kerajaan Mataram Kuno pada abad ke-9. Awalnya, kluwek digunakan sebagai bahan minuman tradisional seperti bandrek, sebelum akhirnya menjadi bumbu utama dalam masakan seperti rawon, brongkos, gabus pucung, dan sop konro.
Di Jawa Timur, rawon menjadi ikon kuliner yang tak bisa dipisahkan dari kluwek. Kuah hitamnya yang khas berasal dari biji kluwek yang telah dihaluskan dan dicampur dengan rempah-rempah lain.
Di Betawi, gabus pucung memanfaatkan kluwek untuk memberikan rasa gurih dan warna gelap yang eksotis.
Proses Pengolahan: Dari Racun Menjadi Rasa
Kluwek mentah mengandung senyawa beracun berupa hidrogen sianida (HCN), yang bisa membahayakan jika dikonsumsi langsung. Oleh karena itu, biji kluwek harus melalui proses detoxifikasi seperti perendaman, perebusan, dan fermentasi selama beberapa minggu.
Proses ini menghilangkan racun dan menghasilkan biji yang aman serta kaya rasa. Menariknya, istilah “mabuk kepayang” berasal dari efek racun ringan kluwek yang bisa menyebabkan pusing dan mual jika tidak diolah dengan benar.
Namun, setelah proses fermentasi, kluwek menjadi bahan masakan yang aman dan bahkan menyehatkan.
Manfaat Kesehatan dan Kandungan Gizi
Meski dikenal sebagai bumbu dapur, kluwek juga menyimpan manfaat kesehatan. Kandungan gizinya meliputi zat besi, vitamin C, vitamin B1, fosfor, kalium, dan kalsium. Warna hitamnya berasal dari senyawa fenolik yang berfungsi sebagai antioksidan alami.
Kluwek juga memiliki sifat antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri, sehingga sering digunakan sebagai pengawet alami untuk ikan dan daging. Selain itu, kandungan lemak sehat dan seratnya membantu menjaga kesehatan pencernaan dan menurunkan kadar kolesterol.
Kluwek dalam Perspektif Budaya dan Ekonomi
Lebih dari sekadar bumbu, kluwek adalah simbol kearifan lokal. Kemampuannya untuk mengubah racun menjadi rasa adalah metafora tentang bagaimana masyarakat Nusantara mengolah alam dengan bijak.
Kini, permintaan kluwek meningkat seiring popularitas rawon dan masakan tradisional lainnya, mendorong petani di Kalimantan dan Sulawesi untuk membudidayakan pohon Pangium edule sebagai komoditas ekonomi.***