- Home
- Kulineran
Bakakak di Era Digital, Makanan Tradisional Jadi Konten Viral
Asap bakaran yang menguar di tengah hujan, antrean yang tak surut, hingga plating yang tampak menggoda di balik lensa.
SOEAT - Di tengah derasnya arus digitalisasi, makanan tradisional tak lagi hanya hadir di meja makan keluarga atau dalam upacara adat. Ia kini tampil di layar ponsel, dibalut filter, caption menarik, berlandaskan "rumus" algoritma.
Salah satu yang cukup mencuri perhatian adalah ayam bakakak, hidangan khas Sunda yang dulunya hanya disajikan dalam pernikahan atau khitanan, kini menjelma jadi konten viral di TikTok dan Instagram. Di Bandung, RM Abah Harja menjadi panggung utama fenomena ini.
Asap bakaran yang menguar di tengah hujan, antrean yang tak surut, hingga plating yang tampak menggoda di balik lensa. Ayam bakakak tak hanya bertahan di era digital, melainkan juga berevolusi menjadi simbol rasa, cerita, dan identitas yang bisa dibagikan, disukai, dan diulang.

Ayam Bakakak, Kuliner yang Membentuk Identitas Sunda
Dilihat dari sejarahnya, ayam bakakak adalah kuliner khas Sunda yang bukan hanya menggugah selera, tapi juga memuat nilai-nilai budaya, simbol sosial, dan jejak sejarah masyarakat Jawa Barat. Ia disajikan utuh, dibelah dari dada dan dibentangkan seperti orang duduk bersila, lalu dibakar dengan rempah. Ayam bakakak menjadi ikon rasa sekaligus ritual dalam berbagai upacara adat.
Dalam artikel berjudul "Ayam Bakakak, Hidangan Penting nan Istimewa dari Tanah Sunda" yang dipublikasikan di Tirto pada 10 Oktober 2023, Budayawan Sunda Hawe Setiawan menyebutkan, ayam bakakak hadir di pesta-pesta besar seperti pernikahan dan sunatan, sebagai bentuk rasa syukur. Sebab, dahulu kebanyakan orang Sunda tidak bisa menikmatinya saban waktu. Berbeda dengan kalangan menak alias priyayi.

"Dulu, orang Sunda itu makan ayam cuma dua kali. Pertama saat orangnya sakit, kedua saat ayamnya yang sakit!" ujarnya. Pernyataan ini menggambarkan betapa istimewanya ayam dalam budaya Sunda, dan ayam bakakak adalah puncak dari keistimewaan itu.
Dalam upacara pernikahan Sunda, ayam bakakak menjadi sesaji utama dalam ritual “uap lingkung” —makanan khusus yang diperuntukkan bagi kedua mempelai, bukan untuk tamu undangan. Ini menunjukkan bahwa ayam bakakak bukan hanya soal rasa, tapi juga tentang makna, tentang doa, tentang harapan.
Teknik Memasak yang Sarat Tradisi
Ayam bakakak membentuk identitas Sunda bukan hanya lewat rasa, tapi juga lewat cara ia disajikan dan dikonsumsi. Ia dimakan bersama, utuh, tanpa dipotong kecil-kecil.
Ini mencerminkan nilai kebersamaan dan gotong royong. Ia hadir dalam momen-momen penting, menjadi bagian dari narasi hidup masyarakat Sunda.
Ayam bakakak membentuk identitas Sunda bukan hanya lewat rasa, tapi juga lewat cara ia disajikan dan dikonsumsi. Ia dimakan bersama, utuh, tanpa dipotong kecil-kecil. Ini mencerminkan nilai kebersamaan dan gotong royong. Ia hadir dalam momen-momen penting, menjadi bagian dari narasi hidup masyarakat Sunda.

Ayam bakakak dimasak dengan teknik yang khas. Ayam kampung jantan utuh dibelah dari dada tanpa putus, lalu dimarinasi dengan bumbu halus yang terdiri dari bawang merah, bawang putih, kemiri, ketumbar, jahe, lengkuas, kunyit, dan gula merah.
Setelah diungkep hingga empuk, ayam dibakar di atas bara api alami hingga kulitnya kecokelatan dan aromanya menggoda. Akan tetapi, tidak semua ayam kampung bisa digunakan.
Hanya ayam kampung jantan yang diyakini membawa keberkahan dalam proses pembuatannya. Ini memperkuat nilai simbolik ayam bakakak sebagai makanan sakral.
Dari Dapur Tradisional ke Meja Modern
Meski berasal dari dapur adat, ayam bakakak kini menjelma menjadi menu populer di berbagai rumah makan Sunda. Video pendek tentang proses pembakaran, plating dengan sambal gendot bumbu hitam, dan testimoni pelanggan yang rela antre meski hujan, membanjiri TikTok dan Instagram. Makanan tradisional ini telah menemukan panggung baru: algoritma.

Salah satu yang paling viral adalah RM Abah Harja di Bandung. Di sana, ayam bakakak disajikan dengan nasi pulen organik dan sambal gendot bumbu hitam yang pedas menggigit. Pengunjung rela antre panjang, bahkan saat hujan deras, demi sepiring ayam bakakak hangat.
Fenomena ini menunjukkan bahwa ayam bakakak telah melampaui batas tradisi. Ia menjadi kuliner yang mampu menjembatani masa lalu dan masa kini, antara dapur nenek dan algoritma TikTok.
Dalam konteks kuliner modern, ayam bakakak juga menjadi simbol perlawanan terhadap homogenisasi rasa. Di tengah menjamurnya makanan cepat saji dan fusion food, ayam bakakak tetap berdiri tegak sebagai representasi rasa lokal yang jujur dan membumi.
Terlebih, di era digital seperti saat ini, makanan bukan hanya soal rasa, tapi juga soal visual dan narasi. Ayam bakakak memenuhi semua syarat konten viral, yakni memiliki visual kuat, narasi lokal, dan sensasi rasa yang menggugah selera.
Secara visual, bentuknya utuh, memiliki warna kecokelatan dari pembakaran, serta plating tradisional yang kontras dengan latar sederhana. Bersamanya, hadir narasi tentang tradisi, antrean, hingga hujan dan kehangatan.
Menurut jurnal Food and Culture in Contemporary Indonesia (Paramita, 2021), makanan tradisional yang dikemas dengan narasi visual dan konteks sosial memiliki potensi besar untuk viralitas. Kuliner lokal menjadi representasi identitas yang mudah dikonsumsi secara digital.***