1. Home
  2. Kulineran

Membedakan Karakter Soto Bandung dengan Soto Nusantara Lainnya

Tak seperti Soto Betawi atau Soto Lamongan bersantan gurih dan rempah, Soto Bandung mencerminkan filosofi kuliner Sunda yang bersih, sejuk dan tidak berlebihan.

Umanusa
Soto goreng Bandung. (Soeat/Nday)

SOEAT - Soto Bandung tampil beda di antara ragam soto Nusantara yang kita kenal. Kuahnya bening, rasanya ringan, dan isinya sederhana namun segar.

Tak seperti Soto Betawi yang bersantan atau Soto Lamongan yang gurih berempah, Soto Bandung mencerminkan filosofi kuliner Sunda yang bersih, sejuk, dan tidak berlebihan. Tidak ada kemewahan rempah, tak ada santan pekat. Justru di kesederhanaannya, soto ini menyimpan karakter yang kuat.

Sebagai salah satu menu jagoan di Jawa Barat, Soto Bandung memiliki beberapa karakteristik utama. Kuahnya bening dan segar, terbuat dari kaldu sapi yang dimasak dengan bawang putih, jahe, lengkuas, dan serai. Soto Bandung tidak menggunakan santan atau kunyit.

Isiannya pun khas, terdiri dari daging sapi, lobak, kacang kedelai goreng, dan taburan bawang goreng. Kadang, ditambahkan seledri dan perasan jeruk nipis.

Rasanya ringan. Tidak terlalu gurih atau pedas, cocok untuk dinikmati saat cuaca dingin. Kesederhanaan juga terlihat dalam penyajiannya. Soto Bandung biasanya disajikan dengan nasi putih dan kerupuk, tanpa sambal atau pelengkap berlebihan.

Dari Pengaruh Tionghoa ke Identitas Kuliner Sunda

Soto Bandung
Soto Bandung yang memiliki ciri khas yaitu kuahnya yang bening dan tidak menggunakan santan. (www.royco.co.id)

Soto Bandung berasal dari pengaruh kuliner Tionghoa yang masuk ke wilayah Jawa Barat ratusan tahun lalu. Ia berkembang sebagai hidangan khas Bandung dengan kuah bening, isian daging sapi dan lobak, serta taburan kacang kedelai goreng yang membedakannya dari soto Nusantara lain.

Soto Bandung dipercaya lahir dari akulturasi budaya antara masyarakat Sunda dan pedagang Tionghoa yang menetap di wilayah Bandung sejak masa kolonial.Teknik memasak kuah bening dan penggunaan lobak dalam soto Bandung menunjukkan pengaruh kuat dari kuliner Tiongkok, khususnya dalam hal kesegaran dan kejernihan rasa.

Pedagang Tionghoa dikenal menggunakan kaldu bening dari tulang sapi atau ayam, serta sayuran seperti lobak yang memiliki rasa ringan namun menyegarkan. Masyarakat Sunda kemudian mengadaptasi teknik ini dengan bahan lokal dan bumbu khas, menciptakan versi soto yang lebih sederhana dan cocok dengan filosofi kuliner mereka: tidak berlebihan, menonjolkan rasa asli bahan, dan menyatu dengan alam.

Awalnya dijual oleh pedagang kaki lima di pinggir jalan, Soto Bandung kini menjadi menu tetap di banyak restoran dan pusat perbelanjaan di Bandung. Ia juga sering hadir dalam acara keluarga, prasmanan hotel, dan bahkan di coffee shop modern sebagai comfort food.

Soto Betawi: Berani, Ekspresif, dan Meledak-ledak

Soto Betawi
Soto Betawi - Wikimedia

Salah satu soto yang banyak dikenal seperti Soto Bandung, yakni Soto Betawi. Ini adalah hidangan khas Jakarta yang dikenal dengan kuah santan atau susu yang kental, isian daging sapi dan jeroan, serta cita rasa rempah yang kaya. Ia mencerminkan karakter kuliner Betawi yang berani, ekspresif, dan penuh lapisan rasa.

Soto Betawi lahir dari dapur masyarakat Betawi, komunitas asli Jakarta yang merupakan hasil percampuran budaya Melayu, Arab, Cina, dan Eropa. Menurut laman KebudayaanBetawi.com, soto ini mulai populer pada awal abad ke-20, terutama di kawasan Tanah Abang dan Senen. Nama “Betawi” sendiri merujuk pada etnis yang menetap di Batavia (nama lama Jakarta) sejak masa kolonial.

Soto Betawi berkembang sebagai bentuk adaptasi lokal terhadap sup daging ala Timur Tengah dan Cina, yang kemudian diperkaya dengan santan, rempah Nusantara, dan bahan khas seperti emping dan jeroan.

Soto Betawi memiliki ciri khas yang membedakannya dari soto lain di Indonesia. Kuahnya kental, menggunakan santan atau susu. Beberapa versi menggabungkan keduanya untuk tekstur creamy yang lebih halus.

Isiannya yakni daging sapi, jeroan (paru, babat, usus), kadang ginjal atau otak. Ditambah tomat, kentang goreng, dan daun bawang.

Di dalamnya, terdapat racikan rempah seperti sereh, lengkuas, daun jeruk, kunyit, ketumbar, dan bawang putih. Sebagai pelengkap, ada emping melinjo, sambal, kecap manis, dan jeruk limau. Cita rasa Soto Betawi semakin kaya berkat teknik slow cooking yang membuat daging empuk dan kuah meresap sempurna.

Soto Lamongan dan Taburan Koya

Soto
Soto Lamongan yang seringkali dihidangkan dengan taburan koya. (Wikimedia Commons/Wiwik P.)

Ada pula Soto Lamongan yang merupakan soto ayam khas Jawa Timur. Soto ini terkenal dengan kuah kuning bening dan taburan koya udang yang gurih.

Berasal dari Kabupaten Lamongan, soto ini telah menyebar ke seluruh Indonesia dan menjadi ikon kuliner rakyat yang meriah dan menggugah selera. Menurut artikel yang dilansir Kompas, soto ini lahir dari percampuran budaya kuliner Cina, Jawa, dan Madura. Kata “soto” sendiri diyakini berasal dari bahasa Tionghoa “cau-tu,” yang berarti sup rempah isi jeroan.

Pada masa kolonial, soto menjadi makanan rakyat karena menggunakan bahan-bahan yang terjangkau seperti ayam kampung, jeroan, dan sayuran. Di tangan masyarakat Lamongan, soto ini berkembang menjadi hidangan khas dengan ciri khas yang kuat: kuah kuning bening dan taburan koya.

Kuahnya dibuat dari kaldu ayam kampung, diberi bumbu halus seperti bawang putih, kemiri, kunyit, ketumbar, dan jahe. Warna kuning berasal dari kunyit.

Isiannya antara lain ayam suwir, soun, kol, tomat, telur rebus, dan kadang perkedel kentang. Taburan koya dari kerupuk udang dan bawang putih goreng yang dihaluskan, juga memberi karakter rasa gurih dan aroma khas pada soto ini.

Soto Banjar yang Aromatik

Soto
Soto Banjar Pak Amat, Banjarmasin. (Wikimedia Commons/Midori)

Soto Banjar adalah soto khas Kalimantan Selatan yang dikenal dengan kuah bening berempah, aroma harum, dan isian ayam kampung yang lembut. Ia mencerminkan perpaduan budaya Banjar, Melayu, dan Timur Tengah, menjadikannya salah satu soto paling aromatik dan berkarakter di Nusantara.

Berasal dari suku Banjar di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, soto ini berkembang sebagai hidangan istimewa dalam acara keluarga, hajatan, dan jamuan tamu penting. Ia bukan sekadar makanan sehari-hari, tapi juga simbol keramahan dan kehangatan masyarakat Banjar.

Pengaruh budaya Melayu dan Timur Tengah sangat terasa dalam penggunaan rempah seperti kapulaga, cengkeh, dan kayu manis. Rempah ini jarang digunakan dalam soto daerah lain. Soto Banjar juga sering disajikan bersama perkedel kentang dan ketupat, menambah kekayaan tekstur dan rasa.

Kuah Soto Banjar bening berempah. Aromanya harum dan hangat. Isian utamanya yakni ayam kampung suwir, soun, telur rebus, dan kadang perkedel kentang.

Soto ini bisa dilengkapi dengan ketupat atau nasi, sambal Banjar, jeruk nipis, dan taburan bawang goreng. Soto ini memiliki rasa yang ringan namun kompleks, cocok untuk dinikmati pagi hari atau saat cuaca dingin.

Soto Medan dan Aroma Rempah Kompleks

Soto
Soto Medan di RM Sinar Pagi, Sumatera Utara. (Google My Bussiness/Iwan Traveling)

Ini merupakan soto khas Sumatera Utara yang dikenal dengan kuah santan kental berwarna kuning, aroma rempah yang kompleks, dan isian ayam atau daging sapi yang lembut. Ia mencerminkan perpaduan budaya Melayu, Batak, dan India, menjadikannya salah satu soto paling kaya rasa di Nusantara.

Soto Medan pertama kali muncul pada awal abad ke-20, dan awalnya dikenal sebagai “soto Medan Batak” karena diolah oleh masyarakat Batak yang tinggal di Medan. Hidangan ini berkembang di kawasan Kesawan, Medan, yang merupakan pusat perdagangan dan percampuran budaya Melayu, Tionghoa, dan India.

Soto Medan menjadi kuliner legendaris sejak tahun 1950-an dan kini menjadi ikon kuliner Sumatera Utara. Ciri khasnya adalah kuah santan kental berwarna kuning pekat, dibuat dari santan dan bumbu rempah seperti daun jeruk limau, bunga lawang, lengkuas, serai, bawang merah, bawang putih, ketumbar, jintan, lada hitam, jahe, kunyit, dan pala.

Isian utamanya yakni ayam kampung suwir atau potongan daging sapi, soun, telur rebus, dan kadang perkedel kentang. Pelengkapnya adalah sambal hijau khas Medan, emping, kerupuk, dan perasan jeruk nipis.

Aromanya harum, dengan cita rasa gurih dan sedikit manis, serta lapisan rasa yang kompleks dari rempah-rempah. Kekayaan rasa Soto Medan berasal dari teknik slow cooking dan penggunaan rempah yang tidak pelit.***