- Home
- Kulineran
Mitos vs Fakta Tentang Lele yang Perlu Kita Tahu
Dari telaga-telaga sunyi di Majalengka hingga warung Lamongan yang ramai, lele bukan hanya soal lauk makan malam.

SOEAT - Di balik tubuhnya yang licin dan kumisnya yang khas, ikan lele menyimpan lebih dari sekadar rasa gurih di atas piring. Ikan lele adalah simbol, legenda, bahkan misteri yang hidup dalam budaya masyarakat Indonesia.
Dari telaga-telaga sunyi di Majalengka hingga warung Lamongan yang ramai, lele bukan hanya soal lauk makan malam. Lele juga adalah cerita yang diwariskan, pantangan yang dijaga, dan harapan yang digantungkan.
Hingga kini, masih ada masyarakat yang percaya bahwa lele adalah jelmaan penjaga keraton. Ada pula yang menganggapnya sebagai penyelamat pejuang kemerdekaan.
Tapi di sisi lain, sains bicara dengan data dan nutrisi. Maka, pertanyaannya: mana yang mitos, mana yang fakta?
Mitos-Mitos yang Mengakar di Masyarakat
Di Situ Sanghiang, Majalengka, masyarakat percaya bahwa lele adalah jelmaan para pengawal keraton Telaga Manggung. Mereka bahkan enggan menyantapnya karena takut terkena musibah.
Ada pula pantangan makan lele bagi orang Lamongan. Mitos ini menyebutkan bahwa warga asli Lamongan akan mengalami gangguan kesehatan seperti kulit belang atau gatal jika melanggar pantangan makan lele. Cerita ini berakar dari legenda Boyopati, pasukan elit Sunan Giri.
Di sisi lain, ada mitos soal ikan lele sebagai penyelamat pejuang Indonesia. Di Takeran, Madiun, konon ribuan lele menutupi tubuh seorang pejuang yang bersembunyi dari kejaran tentara Belanda.
Sejak saat itu, keturunannya berpantang makan lele sebagai bentuk penghormatan.
Sedangkan dalam budaya Jawa, lele dipercaya memperlancar proses kelahiran. Kepercayaan itu menyebutkan bahwa makan lele saat usia kehamilan tujuh bulan dapat membantu proses persalinan karena tubuh lele yang licin dipercaya membuat janin “mudah keluar”.
Fakta Ilmiah Tentang Lele
Di balik mitos yang berkembang itu, ada pula fakta yang mengimbanginya. Lele memiliki nilai kandungan gizi tinggi.
Lele kaya akan protein, vitamin B12, fosfor, selenium, dan omega-3. Nutrisi ini penting untuk pertumbuhan, kesehatan tulang, dan sistem kekebalan tubuh.
Kumis lele juga bukan sekadar hiasan. Kumis atau barbel lele berjumlah delapan dan berfungsi sebagai alat sensor untuk mendeteksi getaran, zat kimia, dan suhu di lingkungan sekitar. Ini membantu lele mencari makanan di air yang keruh.
Spesies seperti Clarias batrachus juga bisa "berjalan" di darat. Ia mampu berpindah dari satu kolam ke kolam lain dengan menggunakan sirip dan ekor. Kemampuan ini membuatnya tangguh di berbagai habitat.
Lele juga diketahui memiliki peran sebagai pembersih lingkungan. Lele dapat membantu membersihkan kolam dari jentik nyamuk dan hama sawah. Beberapa petani memanfaatkannya untuk menjaga ekosistem.
Lele tersebar di hampir seluruh benua kecuali Antartika. Spesies terkecil adalah lele banjo (1 cm), dan yang terbesar adalah lele raksasa Mekong (3 meter, 300 kg).
Menimbang Mitos dan Fakta
Mitos tentang lele bukan sekadar cerita kosong. Ia adalah cerminan nilai, identitas, dan cara masyarakat menjaga harmoni dengan alam dan leluhur.
Namun, fakta ilmiah memberi kita pemahaman yang lebih objektif tentang manfaat dan karakteristik ikan ini. Keduanya tidak harus saling meniadakan —justru bisa saling melengkapi.***