- Home
- Kulineran
Asal-Usul Cakue dan Variannya yang Perlu Kita Tahu
Bukan sekadar pelengkap yang digoreng, cakue merupakan warisan kuliner yang lahir dari kemarahan rakyat Tiongkok terhadap pengkhianatan politik.

SOEAT - Siapa sangka, di balik tekstur renyah dan aroma gurih cakue yang menggoda, tersimpan kisah kelam penuh simbolisme dan sejarah panjang?
Cakue bukan sekadar gorengan yang jadi pelengkap bubur ayam atau teman minum kopi pagi hari. Ia adalah warisan kuliner yang lahir dari kemarahan rakyat Tiongkok terhadap pengkhianatan politik.
Dalam dialek Hokkian, cakue disebut cahkwe, yang berarti “hantu yang digoreng”. Ini merupakan sebuah julukan yang berasal dari bentuk protes terhadap Perdana Menteri Qin Hui yang dianggap telah menjebak dan menyebabkan kematian Jenderal Yue Fei, sosok patriot yang dicintai rakyat.
Kisahnya bermula dari kematian Jenderal Yue Fei, seorang patriot yang difitnah dan dihukum mati oleh Qin Hui. Sebagai bentuk protes, rakyat menciptakan makanan yang menyerupai dua sosok manusia yang digoreng bersama, lalu dimakan sebagai simbol penghinaan.
Dua adonan tepung yang digoreng bersamaan melambangkan Qin Hui dan istrinya, sebagai simbol kemarahan dan sindiran tajam. Dari jalanan Lin’an di masa Dinasti Song, cakue menjelma menjadi camilan ikonik yang menyebar ke berbagai negara Asia, beradaptasi dengan cita rasa lokal, dan tetap eksis hingga kini.
Sejarah Singkat Cakue: Dari Tiongkok ke Asia Tenggara
Cakue berasal dari Tiongkok dan dikenal sebagai youtiao dalam bahasa Mandarin. Dalam dialek Hokkian, disebut you zha gui yang berarti “hantu goreng”.
Cakue diciptakan sebagai bentuk protes terhadap Perdana Menteri Qin Hui yang memfitnah Jenderal Yue Fei. Rakyat membuat dua adonan tepung yang digoreng bersamaan sebagai simbol penghinaan.
Penyebaran panganan ini ke seluruh dunia terjadi melalui migrasi dan perdagangan. Cakue awalnya menyebar ke Asia Tenggara, dan dikenal dengan berbagai nama dan bentuk.
Variasi Cakue di Berbagai Negara
Di Tiongkok, cakue disebut sebagai Youtiao. Panganan ini disantap dengan bubur panas atau susu kedelai. Ada pula versi yang dibalut ketan dan wijen.
Sedangkan di Indonesia, cakue disajikan dengan sambal kacang, kuah cuka. Isiannya polos, atau ada juga yang diberi isian udang atau daging.
Cakue di Thailand disebut sebagai Pa Thong Ko. Ukurannya kecil, disajikan dengan saus pandan atau susu kental manis.
Sementara di Malaysia dan Singapura, disebut Cakoi. Street food ini terbilang modern, dihiasi dengan topping keju, cokelat, matcha, bahkan saus tiram.
Di Myanmar, cakue dikenal sebagai Kya Kway. Ini merupakan teman makan bubur atau teh, dan hingga kini tetap mempertahankan gaya klasik.
Nama cakue di Vietnam disebut sebagai Quay, yang merupakan pelengkap pho. Cara memakannya yakni dicelupkan ke kuah panas untuk tekstur renyah.
Cakue di Indonesia: Kreativitas Lokal yang Menggoda
Di tanah air, ada beberapa versi cakue yang kita kenal. Yang paling populer adalah cakue sambal kacang. Cakue versi ini disiram saus kacang gurih pedas, dan populer di Jawa Barat.
Ada pula cakue isi, dengan isian udang, ayam cincang, atau sayuran, lalu digoreng. Sedangkan cakue manis khas Pontianak, disajikan dengan taburan gula atau disajikan dengan kuah kacang hijau manis.
Yang tak kalah populer adalah cakue bubur ayam. Tentu saja, ini adalah pelengkap wajib bubur ayam, karena menambah tekstur dan rasa.***