- Home
- Kulineran
Es Kopi Susu: Simbol Gaya Hidup Anak Nongkrong Kekinian
Es kopi susu telah menjelma menjadi simbol gaya hidup anak nongkrong kekinian. Ia praktis, estetik, dan penuh makna.
-800.jpg)
SOEAT - Di tengah riuhnya kota dan derasnya notifikasi di telefon seluler kita, ada satu hal yang selalu berhasil menciptakan jeda: segelas es kopi susu. Ia hadir di tangan para pekerja kreatif yang sibuk mengejar deadline, di meja mahasiswa yang sedang diskusi tugas, hingga di feed Instagram yang dipenuhi estetika minimalis dan caption semi-filosofis.
Es kopi susu bukan lagi sekadar minuman. Eskosu, begitu ia biasa disebut, telah menjelma menjadi simbol gaya hidup anak nongkrong kekinian. Ia praktis, estetik, dan penuh makna.
Fenomena ini bukan tanpa alasan. Dalam satu gelas plastik bening -atau yang sudah dipindahkan ke dalam tumbler, terkandung lebih dari sekadar campuran espresso, susu, dan gula aren. Ada cerita tentang bagaimana generasi muda membentuk identitasnya, bagaimana mereka mencari kenyamanan di tengah tekanan, dan bagaimana mereka membangun koneksi sosial yang cair namun bermakna.
Es kopi susu adalah bahasa baru yang menyatukan banyak hal. Rasa, gaya, dan cara hidup.
Dari Glodok ke Gaya Hidup: Jejak Sejarah Es Kopi Susu
Meski baru booming dalam satu dekade terakhir, jejak es kopi susu di Indonesia sudah ada sejak 1927. Di kawasan Glodok, Jakarta, seorang perantau Tionghoa bernama Liong Kwie Tjong mendirikan Kedai Kopi Es Tak Kie dan memperkenalkan menu es kopi susu yang kemudian menjadi legenda.
Namun, transformasi es kopi susu menjadi tren kekinian dimulai sekitar tahun 2015, ketika kedai seperti Kopi Tuku memperkenalkan versi modernnya: espresso, susu cair, dan gula aren dalam kemasan cup bening yang instagenic.
Kombinasi ini langsung mencuri perhatian. Rasanya creamy dan manis, cocok untuk lidah yang belum terbiasa dengan pahitnya kopi hitam.
Harganya pun terjangkau. Mulai dari Rp13.000 hingga Rp25.000 per gelas. Tak heran jika es kopi susu menjadi pintu masuk bagi banyak orang ke dunia kopi yang begitu luas.
Lebih dari Minuman: Es Kopi Susu sebagai Gaya Hidup
Menurut survei Jakpat, 66% Gen Z di Indonesia mengonsumsi kopi setiap hari, dan 47% di antaranya memilih es kopi susu sebagai pilihan utama. Tapi kenapa minuman ini begitu digandrungi?
Desain cup yang minimalis, warna kopi yang bergradasi, dan busa susu yang menggoda membuat es kopi susu sangat fotogenik. Ia bukan hanya enak diminum, tapi juga “enak difoto”. Cocok untuk menghiasi story dan feed media sosial.
Dengan dominasi susu dan gula aren, es kopi susu menawarkan rasa yang lebih bersahabat dibanding kopi hitam. Ini membuatnya ideal untuk pemula yang ingin mulai ngopi tanpa harus menghadapi rasa pahit yang intens.
Mau nongkrong santai, kerja di kafe, atau sekadar me-time di rumah—es kopi susu selalu cocok. Ia bisa jadi teman diskusi, penyemangat kerja, atau pelipur lara saat hati sedang sendu.
Banyak obrolan dimulai dari, “Eh, kamu udah coba kopi susu di sana belum?” atau “Next kita ngopi bareng, ya!” Es kopi susu menjadi medium untuk membangun koneksi, mempererat pertemanan, bahkan membuka peluang kolaborasi.
Inovasi Tanpa Henti: Dari Gula Aren ke Boba
Kreativitas para pelaku industri kopi tak pernah berhenti. Dari es kopi susu gula aren yang klasik, kini hadir varian dengan topping boba, sea salt cream, hingga infused pandan atau alpukat.
Bahkan beberapa brand seperti Kopi Kenangan dan Janji Jiwa menawarkan menu kolaborasi dengan oat milk dan sirup rasa-rasa untuk menjangkau pasar yang lebih luas. Ya, inovasi ini bukan hanya soal rasa, tapi juga strategi untuk tetap relevan di tengah persaingan yang ketat.
Dan yang menarik, banyak dari brand ini menggunakan biji kopi lokal dari petani Indonesia—dari Gayo hingga Toraja—sehingga turut mengangkat potensi kopi Nusantara ke panggung nasional.
Nikmati dengan Bijak
Meski menggoda, es kopi susu tetap perlu dinikmati dengan bijak. Kandungan gula dan kalori yang tinggi bisa berdampak pada kesehatan jika dikonsumsi berlebihan.
Pilihlah versi dengan gula lebih sedikit, atau ganti susu full cream dengan susu rendah lemak atau nabati jika perlu. Karena pada akhirnya, gaya hidup kekinian juga harus sejalan dengan gaya hidup sehat.***