- Home
- Kulineran
Sempat Jadi Hidangan Underrated, Misoa Kini Mulai Naik Daun
Misoa kini bukan lagi sekadar sajian rumahan atau makanan khas perayaan, tapi telah naik kelas menjadi hidangan kekinian yang viral di berbagai kota besar.

SOEAT - Tren kuliner misoa sedang mengalami kebangkitan yang cukup menarik di tahun 2025. Keberadaanya bukan lagi sekadar sajian rumahan atau makanan khas perayaan, tapi telah naik kelas menjadi hidangan kekinian yang viral di berbagai kota besar.
Misoa awalnya dikenal sebagai mie halus khas Fujian, China Selatan. Misoa (atau misua) punya makna simbolis sebagai lambang umur panjang.
Di Indonesia, misoa sering muncul dalam perayaan ulang tahun Tionghoa, disajikan dengan telur rebus berwarna merah. Tapi menginjak tahun 2025, misoa telah melampaui batas budaya dan menjadi bagian dari arus utama kuliner urban.
Menjadi Comfort Food dan Viral di Media Sosial
Lewat beberapa kanal media sosial, misoa saat ini kerap diposisikan sebagai comfort food yang cocok disantap saat cuaca dingin atau hujan. Kaldu gurih dan tekstur lembutnya membuat misoa populer di kalangan pencinta mi yang mencari alternatif dari ramen atau bihun.
Di kota-kota besar di Indonesia, ada beberapa kedai misoa yang saat ini cukup naik daun. Ada Talenta Bar yang cabangnya ada di Jakarta, Tangerang, Bekasi, dan Bandung, serta Misoa Hoki. Ada pula The Misoa Story yang berlokasi di Jakarta Selatan dan Bandung.
Misoa kini juga hadir dalam berbagai varian. Mulai dari misoa ayam, misoa seafood, misoa vegetarian, bahkan misoa sambal matah. Pengunjung bisa memilih topping dan meracik sendiri, mirip gaya ramen bar Jepang, tapi dengan sentuhan lokal.
Beberapa pelaku usaha menggabungkan misoa dengan cita rasa Nusantara, menjadikannya bagian dari tren fusion food dengan sentuhan lokal. Tak heran, sajian misoa yang estetik dan hangat banyak dibagikan di Instagram dan TikTok.
Asal Usul, Sejarah, dan Keunikan Misoa
Misoa (atau misua) berasal dari Provinsi Fujian, Tiongkok Selatan. Dalam bahasa Hokkien, ia mi-soa, yang berarti “mi benang”. Ungkapan ini mengacu pada bentuknya yang sangat tipis dan panjang seperti helai sutra.
Mi jenis ini sudah dikenal sejak zaman Dinasti Han dan menjadi bagian penting dalam budaya kuliner Tionghoa. Dalam tradisi Tionghoa, misoa sering disajikan saat ulang tahun sebagai simbol umur panjang. Di Indonesia, misoa juga disantap bersama telur rebus berwarna merah dalam perayaan ulang tahun atau Imlek.
Misoa dibawa ke Asia Tenggara oleh para perantau Tionghoa dan mengalami adaptasi lokal. Termasuk di Indonesia, Filipina, dan Taiwan.
Misoa punya karakter yang membedakannya dari mi lain. Bahan dasarnya terbuat dari tepung terigu, bukan tepung beras atau pati kacang hijau seperti jenis mi lain.
Bentuknya pun sangat tipis, hampir seperti benang dengan warna putih pucat. Tekstur misoa lembut, halus, dan mudah menyerap rasa kuah.
Misoa juga bisa digoreng, dijadikan sup, atau diolah menjadi perkedel. Cita rasa misoa sangat bergantung pada kuah atau bumbu yang menyertainya. Karena teksturnya halus dan netral, misoa menjadi bahan baku yang sempurna untuk kaldu ayam, seafood, atau bahkan kuah herbal.
Menariknya, misoa punya tingkat kesulitan lebih tinggi dalam pengolahan dibanding bihun atau sohun. Salah teknik, teksturnya bisa rusak dan rasa jadi hambar.***