1. Home
  2. Kulineran

Ini Colenak Murdi Putra Asli di Bandung: Jangan Sampai Salah Beli

Colenak terbukti bertahan di tengah hiruk-pikuk kuliner kekinian yang berlomba tampil nyentrik.

Colenak
Colenak Murdi, colenak legendaris di Bandung yang telah berdiri sejak 95 tahun lalu. (Soeat/Nday)

SOEAT - Bandung, kota yang dikenal sebagai surga kuliner, menyimpan banyak cerita rasa yang tak lekang oleh waktu. Salah satunya adalah colenak, singkatan dari “dicocol enak”, sebuah kudapan khas Sunda berbahan dasar peuyeum (tape singkong) yang dibakar dan disajikan dengan saus kinca gula merah.

Colenak terbukti bertahan di tengah hiruk-pikuk kuliner kekinian yang berlomba tampil nyentrik. Eits, tapi jangan salah beli, karena hanya satu yang benar-benar otentik, dan itu adalah Colenak Murdi Putra.

Tapi di balik kesederhanaannya, colenak menyimpan sejarah panjang dan perjuangan lintas generasi. Dan dari sekian banyak penjual colenak yang bermunculan, hanya satu yang bisa mengklaim sebagai pelopor: Colenak Murdi Putra, yang telah eksis sejak tahun 1930.

Jejak Awal: Dari Gerobak ke Ikon Kuliner

Colenak pertama kali diperkenalkan oleh Aki Murdi, seorang penjual peuyeum yang berjualan di pinggir Jalan Ahmad Yani, Bandung. Ia bukan hanya menjual tape, tapi memperkenalkan cara baru menikmatinya: dibakar di atas arang hingga harum, lalu dicocol ke saus gula merah kental yang dimasak dengan kelapa parut dan daun pandan.

Konon, seorang pelanggan yang mencicipinya spontan berujar, “dicocol enak,” dan dari situlah nama “colenak” lahir. Murdi berjualan dari gerobak selama bertahun-tahun hingga akhirnya mampu membeli tempat tetap di lokasi yang sama. Tempat itu kini menjadi pusat Colenak Murdi Putra, yang dikelola oleh generasi ketiga dan keempat keluarganya.

Ciri Khas yang Tak Tertandingi

Colenak Murdi
Colenak Murdi, colenak legendaris di Bandung yang telah berdiri sejak 95 tahun lalu. (Soeat/Nday)

Apa yang membuat Colenak Murdi Putra berbeda dari colenak lainnya? Pertama, bahan bakunya.

Mereka menggunakan peuyeum jenis kadapo, yang teksturnya tidak terlalu lembek maupun keras, pas untuk dibakar. Kedua, proses pembuatannya masih tradisional. Peuyeum dibakar dengan arang, dan saus kinca dimasak menggunakan kayu bakar.

Gula merah yang digunakan pun berasal dari Pangandaran, terkenal dengan kualitasnya yang harum dan legit. Seperti dilansir Kompas, menurut Bety Nuraety, cucu Murdi yang kini mengelola cabang Kosambi, resep dan teknik pengolahan ini tidak pernah berubah sejak 1930.

“Resepnya kita sama. Bakarnya tetap pakai arang, dan kinca masih pakai kayu bakar,” ujarnya.

Jangan Sampai Tertipu: Ini Lokasi Aslinya

Dengan popularitas colenak yang terus meningkat, banyak penjual lain yang mencoba meniru atau mengklaim sebagai penerus asli. Tapi Colenak Murdi Putra punya identitas yang jelas.

Lokasi pusatnya berada di Jalan Ahmad Yani No. 733, Bandung. Selain itu, cabang resmi dikelola oleh cucu-cucu Murdi di Kosambi (Jalan Kemang Sepatu No. 4) dan Cibiru.

Produk mereka juga tersedia di supermarket seperti Griya, Yogya, Borma, dan Indomaret, serta bisa dipesan melalui aplikasi ojek online.

Dari Meja Diplomasi hingga Anugerah Budaya

Colenak adalah makanan tradisional Jawa Barat, khususnya Bandung, yang terbuat dari tape singkong (peuyeum) yang dibakar dan disajikan dengan lelehan gula aren (gula jawa) yang dicampur dengan parutan kelapa.
Colenak. (Flickr/mamajo's kitchen)

Colenak Murdi Putra bukan hanya dikenal oleh warga lokal. Pada Konferensi Asia-Afrika tahun 1955, colenak ini disajikan sebagai hidangan penutup resmi di Gedung Pakuan dan Hotel Savoy Homann. Bahkan, menurut Bety, colenak ini menjadi langganan dalam acara peringatan KAA hingga kini.

Pada tahun 2018, Colenak Murdi Putra menerima Anugerah Budaya dari Pemerintah Kota Bandung. Dari 10 penerima penghargaan, colenak menjadi satu-satunya makanan yang masuk dalam daftar tersebut, yang menjadi sebuah pengakuan atas kontribusinya dalam melestarikan budaya kuliner Sunda.

Inovasi Tanpa Mengorbankan Tradisi

Kini, usaha ini juga dikelola oleh Mahmud Saepudin dan adik-adiknya, cucu-cucu dari Murdi. Mereka tidak hanya mempertahankan resep asli, tapi juga berinovasi dalam distribusi dan kemasan. Ada colenak dalam kemasan kaleng yang tahan hingga tiga bulan, serta varian rasa seperti pandan, durian, dan nangka.

Dalam sehari, mereka bisa menjual hingga 800 bungkus colenak dari berbagai cabang dan mitra ritel. Bahkan, Mahmud mulai menyerahkan tongkat estafet kepada anaknya yang kini aktif mengelola distribusi ke wilayah seperti Cimahi.***