- Home
- Kulineran
Kuliner Legendaris Bandung: Mengapa Colenak Murdi Putra Tetap Eksis Hingga Kini?
Kudapan berbahan dasar peuyeum bakar yang disajikan dengan saus kinca ini bukan hanya makanan, tapi warisan budaya yang terus hidup dari generasi ke generasi.
-400.jpg)
SOEAT - Mengulas kuliner legendaris selalu menyenangkan. Selain konsisten dan berkembang di tengah derasnya arus kuliner modern yang datang dan pergi seperti tren TikTok, kuliner legendaris semacam ini juga mengajarkan pentingnya resiliensi, alias daya juang untuk bertahan.
Salah satu yang masih eksis hingga saat ini, yakni colenak. Tapi, yang kita bahas bukan sembarang colenak. Kudapan yang satu ini punya akar sejarah, aroma kayu bakar, dan rasa yang tak berubah sejak 1930. Namanya: Colenak Murdi Putra.
Bandung dikenal sebagai kota kreatif, tempat di mana makanan bukan hanya soal rasa, tapi juga cerita. Dari sudut-sudut gang hingga pusat perbelanjaan, kota ini menyuguhkan ragam kuliner yang menggoda.
Namun, di antara semua inovasi dan eksperimen rasa, ada satu nama yang tetap berdiri tegak sebagai penjaga tradisi: Colenak Murdi Putra. Kudapan berbahan dasar peuyeum bakar yang disajikan dengan saus kinca gula merah ini bukan hanya makanan, tapi warisan budaya yang terus hidup dari generasi ke generasi.
Dari Gerobak ke Generasi Keempat: Kisah Murdi yang Menginspirasi
Colenak pertama kali diperkenalkan oleh Murdi, seorang penjual peuyeum yang mulai berjualan di pinggir Jalan Ahmad Yani, Bandung, pada tahun 1930. Saat itu, makanan ini dikenal sebagai peuyeum digulaan.
Namun, seorang pelanggan yang mencicipinya spontan berkata, “dicocol enak,” dan dari situlah nama “colenak” lahir. Ini menjadi sebuah nama yang melekat erat dengan identitas kuliner Bandung.
Murdi memulai usahanya dengan gerobak sederhana. Ia membakar peuyeum di atas arang dan menyajikannya dengan saus gula merah yang dimasak menggunakan kayu bakar.
Setelah bertahun-tahun berjualan, ia berhasil membeli tempat tetap di lokasi yang sama. Kini, usaha ini dikelola oleh generasi ketiga dan keempat keluarganya, termasuk Mahmud Saepudin dan Bety Nuraety.
Rahasia Rasa: Bahan Pilihan dan Teknik Tradisional
Keistimewaan Colenak Murdi Putra terletak pada kesetiaan mereka terhadap bahan dan teknik tradisional. Peuyeum yang digunakan adalah jenis kadapo dari Cimenyan, Kabupaten Bandung.
Peuyeum ini dikenal karena teksturnya yang tidak terlalu lembek maupun keras. Gula merahnya berasal dari Pangandaran, terkenal dengan aroma dan rasa legitnya. Proses pembakaran peuyeum masih menggunakan arang, dan pembuatan kinca tetap memakai kayu bakar, bukan kompor gas.
Seperti dilansir Kompas, Bety mengatakan bahwa penggunaan kayu bakar bukan sekadar romantisme masa lalu, tapi benar-benar memengaruhi aroma dan rasa. “Kalau pakai kompor, cepat matang tapi tidak wangi. Kayu bakar itu yang bikin kinca punya aroma khas,” ujarnya.
Inovasi yang Tidak Mengorbankan Tradisi
Meski berakar kuat pada tradisi, Colenak Murdi Putra tidak menutup diri terhadap perkembangan zaman. Sejak 2005, mereka mulai memasarkan produknya ke berbagai supermarket seperti Griya, Yogya, Borma, dan Indomaret. Mereka juga menjadi mitra restoran di aplikasi ojek online, menjangkau pelanggan dari luar kota hingga luar pulau.
Kini tersedia pula varian rasa seperti durian, pandan, dan nangka, serta kemasan kaleng yang tahan hingga tiga bulan. Dalam sehari, mereka bisa menjual hingga 800 bungkus colenak dari berbagai cabang dan mitra ritel.
Pengakuan Budaya dan Jejak Sejarah
Colenak Murdi Putra bukan hanya dikenal oleh warga Bandung. Pada Konferensi Asia-Afrika tahun 1955, colenak ini disajikan sebagai hidangan penutup resmi di Gedung Pakuan dan Hotel Savoy Homann.
Pada 2018, mereka menerima Anugerah Budaya dari Pemerintah Kota Bandung. Colenak Murdi Putra menjadi satu-satunya makanan yang masuk dalam daftar 10 besar penerima penghargaan tersebut.
Bahkan, tokoh-tokoh nasional seperti Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Koperasi Teten Masduki, hingga mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pernah mencicipi colenak ini. Tak heran jika colenak ini kerap diundang dalam acara peringatan KAA hingga hari ini.
Lewat konsistensinya, Colenak Murdi Putra dikenal bukan hanya soal rasa manis dan tekstur lembut tape yang dibakar. Ia sekaligus menjadi simbol ketekunan, inovasi, dan cinta terhadap budaya.
Di tengah tren kuliner yang cepat berubah, colenak ini tetap berdiri tegak sebagai pengingat bahwa keaslian dan konsistensi adalah resep terbaik untuk bertahan.***