- Home
- Kulineran
Olahraga dan Wisata Rasa di Tegallega Bandung, dari Bakmi hingga Jamu
Setelah membakar kalori mengitari track atau sekadar berjalan-jalan, berbagai ragam jajanan siap memanjakan lidah dan perut. Nikmat, bukan?

SOEAT - Bingung mencari kegiatan apa di akhir pekan? Mampir ke Lapangan Tegallega, yuk! Setelah membakar kalori mengitari track atau sekadar berjalan-jalan, berbagai ragam jajanan siap memanjakan lidah dan perut. Nikmat, bukan?
Lapangan Tegallega, Kota Bandung, merupakan salah satu ruang publik yang bisa diakses secara mudah dan murah oleh masyarakat. Tak heran, masyarakat hampir selalu memadati lapangan ini untuk berbagai tujuan, terutama olahraga dan olahrasa.
Lapangan Tegallega dulu merupakan lokasi pesta pacuan kuda bernama Tegallega Raceterrein. Lokasinya dikelilingi Jalan Moh. Toha, Jalan BKR, dan Jalan Otto Iskandar Dinata.
Jika tahun lalu hanya pedagang kaki lima (termasuk kuliner) yang memadati trotoar di ruas jalan Moh. Toha, kini kondisinya sudah jauh lebih tertib. Ratusan pedagang kini direlokasi ke bagian dalam pagar Lapangan Tegallega. Tak sedikit pula yang menempati taman -perbatasan antara lokasi parkir dan lapangan.
Ada kuliner legendaris yang sudah ada sejak beberapa dekade, tak sedikit pula kuliner viral yang kini sedang memantik rasa penasaran masyarakat untuk mencobanya. Ada apa saja? Kita telusuri, yuk!
Bakmi Ayam Udang Kalimantan Ko Ahiung
Tak lengkap rasanya menyambangi Lapangan Tegallega tanpa mampir ke Bakmi Ayam Udang Kalimantan Ko Ahiung. Jika bakmi yang satu ini biasanya bisa ditemukan di trotoar Tegallega ruas Jalan Moh. Toha, kini keberadaannya telah berpindah ke bagian dalam taman.
Sang pemilik, Ko Ahiung, mengatakan bahwa dirinya dan sang istri telah berjualan bakmi Kalimantan di Tegallega sejak 10 tahun terakhir. Tak heran, mereka sudah memiliki banyak pelanggan setia yang selalu datang.
Seporsi bakmi Kalimantan berisikan mie keriting, tauge, sawi, ayam kecap, dan udang. Jika pengunjung memilih versi spesial, maka akan ditambahkan bakso ikan, kekian kukus dan goreng, serta tambahan udang.
Untuk penyuka rasa otentik bakmi Kalimantan yang kaya rasa dengan paduan manis, asin, dan asam, maka jajanan yang satu ini wajib dicoba. Jangan lupa tambahkan perasan jeruk dan acar rawit untuk membuat rasanya semakin “nendang”.
“Sejak awal, kami berupaya agar bakmi yang kami jual ini bercita rasa otentik, agar masyarakat juga bisa tahu dan merasakan bagaimana bakmi Kalimantan yang sesungguhnya itu,” kata Ko Ahiung, yang memang merupakan pecinta bakmi dan berasal dari Kalimantan.
Bakmi Kalimantan otentik ala Ko Ahiung disajikan dengan kecap asin. Meski demikian, konsumen juga bisa memesan versi bakmi manis, jika menginginkannya.
Sate Maranggi Klaten
Tepat di sebelah gerobak Bakmi Ayam Udang Kalimantan Ko Ahiung, terdapat sebuah jongko bersantap bernama Sate Maranggi Klaten. Menu yang agak unik tersebut, membuat penasaran untuk menyambanginya.
Seperti diketahui, berbeda dengan sate biasa, bumbu sate maranggi khas Jawa Barat tidak menggunakan bumbu kacang. Hal tersebut terjadi karena proses marinasi yang sudah dilakukan membuat bumbu-bumbu meresap dengan sempurna. Biasanya, sate maranggi disajikan dengan bumbu kecap, acar tomat, serta potongan cabai.
Sedangkan sate Klaten, terkenal dengan potongan daging muda yang besar dan empuk, serta campuran rempah yang meresap hingga ke pori-pori daging. Sebagian sate Klaten juga dilengkapi dengan campuran bumbu kacang dan kecap yang pedas.
Fusi antara sate Maranggi dan Klaten menghasilkan cita rasa yang cukup unik. Rempah ketumbar, bawang putih, dan rasa gurih begitu terasa di lidah, dengan tambahan bumbu kecap dan acar tomat. Tanpa dicocol dengan bumbu kacang, rasanya sudah mantap.
Ada beberapa varian sate yang bisa dipilih, yakni sate ayam, sapi, kambing, jando, dan campuran seluruhnya. Jika diperhatikan, bumbu kacang yang dibuat sang pemilik, Ridwan Syarifudin, lebih kental dibandingkan bumbu kacang pada umumnya.
Selain di Lapangan Tegallega, jongko sate ini juga bisa ditemukan di sekitar GBLA. Mereka buka sejak pukul 06.00 hingga 11.00 WIB.
Jamu Bu Tari
Ketika rasa lelah melanda, segelas jamu yang hangat mungkin akan menjadi sedikit penawar. Beruntung, di beberapa titik Lapangan dan Taman Tegallega, terdapat tukang jamu yang bisa disambangi.
Salah satunya adalah Bu Tari, yang sudah berjualan jamu gendong sejak 30 tahun silam. Dua dekade terakhir, ia mengganti bakul gendongannya yang dibawa menggunakan punggung, dengan kayuhan sepeda.
“Alhamdulillah meski zaman berganti, pelanggan tetap banyak,” ucapnya, saat ditemui.
Tak peduli akhir pekan atau bukan, jamu racikan Bu Tari tetap digandrungi. Harganya rata-rata Rp7.500 per gelas.
Dia menyebutkan, ada beberapa racikan rasa yang disukai pelanggan. Mulai dari brotowali, sambiloto, temulawak, anggur jamu, beras kencur, jahe, serta sirih. Kebanyakan, pelanggan yang membeli jamu Bu Tari mengkonsumsinya untuk alasan kesehatan.
“Kebanyakan mengeluhkan diabetes, darah tinggi, lambung, dan jantung. Tapi untuk yang konsumsi harian juga banyak, daripada harus buat sendiri kan merepotkan,” ujarnya.
Dari rumahnya di kawasan Cibuntu, Holis, Tari yang tahun ini berusia 65 tahun mengayuh sepedanya ke Lapangan Tegallega. Dia mulai menjajakan dagangannya sekitar pukul 06.00 WIB, dan kembali sekitar pukul 11.00 WIB setelah jamu racikannya habis.***