1. Home
  2. Sehat

Penjelasan Psikologis di Balik Kecintaan Anak Muda terhadap Seblak Pedas

Sehat

Seblak pedas bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga bagian dari pengalaman psikologis yang memberikan tantangan, kesenangan, dan keterikatan sosial.

seblak
Seblak. (Cookpad/Rezita May)

SEAT - Seblak bukan sekadar makanan pedas khas Bandung -ia telah menjadi fenomena kuliner yang merajai selera anak muda di Indonesia. Dari warung kaki lima hingga restoran modern, seblak selalu hadir sebagai salah satu pilihan utama bagi mereka yang mencari sensasi makan yang unik dan penuh tantangan.

Tapi, apa yang membuat anak muda begitu menyukai seblak pedas? Apakah hanya karena rasanya yang menggigit, atau ada faktor psikologis yang lebih dalam?

Seblak pedas bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga bagian dari pengalaman psikologis yang memberikan tantangan, kesenangan, dan keterikatan sosial. Dengan kombinasi rasa yang unik dan efek psikologis yang menyenangkan, tidak heran jika seblak terus menjadi favorit di kalangan anak muda.

Sebuah artikel yang dimuat Kumparan bertajuk "Hubungan Psikologis Seseorang di Balik Makanan Pedas" menyebutkan, makanan pedas memiliki hubungan erat dengan psikologi manusia. Sensasi terbakar yang dihasilkan oleh capsaicin dalam cabai sebenarnya bukan rasa, melainkan respons tubuh terhadap rangsangan panas.

Hal ini memicu pelepasan hormon endorfin dan dopamin. Kondisi tersebut memberikan perasaan nyaman dan bahagia setelah mengonsumsi makanan pedas.

Sensasi pedas sebagai bentuk tantangan

Anak muda dikenal sebagai generasi yang menyukai tantangan, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam hal makanan. Seblak pedas menawarkan pengalaman unik yang menguji batas toleransi seseorang terhadap rasa pedas.

Dalam Washington Post, profesor emeritus psikologi University of Pennsylvania sekaligus peneliti psikologi tentang rasa benci, Paul Rozin, menyebut proses belajar menyukai rasa pedas ini dengan benign masochism atau secara umum adalah menyukai apa yang kita benci.

Ketika lidah merasakan capsaicin, reseptor tertentu di mulut akan bereaksi mengirimkan sinyal kepada otak bahwa kita sedang merasa "tersiksa". Pada akhirnya, ini membuat otak melepaskan hormon endorfin sebagai cara menghilangkan rasa "tersiksa" tersebut.

Hormon bahagia ini akan terus dilepaskan selama kita makan makanan pedas. Karena itu jugalah, mengapa banyak orang justru merasa bahagia dan puas setelah makan makanan pedas.

Efek psikologis yang menyenangkan

Makanan pedas, termasuk seblak, dapat meningkatkan produksi serotonin, hormon yang berperan dalam mengatur suasana hati. Konsumsi makanan pedas dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan perasaan bahagia. Inilah alasan mengapa banyak orang merasa lebih segar dan bersemangat setelah menikmati seblak pedas.

Pengaruh sosial dan tren kuliner

Seblak tidak hanya populer karena rasanya, tetapi juga karena pengaruh sosial yang kuat. Media sosial memainkan peran besar dalam menyebarkan tren makanan pedas, termasuk tantangan makan seblak dengan level kepedasan ekstrem.

Banyak anak muda yang tertarik mencoba seblak pedas karena ingin mengikuti tren atau membuktikan ketahanan mereka terhadap rasa pedas. Tentu saja, anak muda kebanyakan tak ingin dianggap FOMO (Fear of Missing Out) ketika tidak melakukannya.

Keterkaitan dengan kenangan dan kebiasaan

Menurut sebuah penelitian, kecintaan seseorang terhadap makanan pedas sering kali terbentuk sejak kecil. Anak-anak yang terbiasa mengonsumsi makanan pedas cenderung lebih menyukainya saat dewasa.

Selain itu, seblak sering kali dikaitkan dengan momen kebersamaan, seperti nongkrong bersama teman atau menikmati makanan favorit setelah beraktivitas.

Sensasi unik yang tidak dimiliki makanan lain

Seblak menawarkan kombinasi rasa yang sulit ditemukan dalam makanan lain yakni pedas, gurih, dan kenyal dalam satu suapan. Tekstur kerupuk basah yang unik memberikan pengalaman makan yang berbeda dari makanan pedas lainnya, seperti mi instan atau ayam geprek.

Hal ini membuat seblak memiliki daya tarik tersendiri bagi anak muda yang mencari pengalaman kuliner yang lebih variatif.***