1. Home
  2. Sehat

Ramen Instan vs Ramen Homemade: Mana yang Lebih Sehat?

Sehat

Pertanyaan ini bukan sekadar soal rasa, tapi menyangkut nutrisi, bahan tambahan, dan dampaknya terhadap kesehatan jangka panjang.

Ramen
Ramen instan, salah satu solusi praktis bagi pecinta ramen yang ingin menyantap mi kuah Jepang ini. (Pixabay/half_rain)

SOEAT - Dari kedai kecil di Tokyo hingga rak minimarket di pelosok Indonesia, ramen telah menjadi salah satu ikon kuliner global. Rasanya yang gurih, teksturnya yang kenyal, dan kemudahan penyajian -terutama versi instan, membuat ramen menjadi favorit banyak orang.

Akan tetapi, di tengah popularitasnya, muncul pertanyaan apakah ramen instan benar-benar aman dikonsumsi secara rutin? Dan, jika dibandingkan dengan ramen buatan sendiri, mana yang lebih sehat?

Pertanyaan ini bukan sekadar soal rasa, tapi menyangkut nutrisi, bahan tambahan, dan dampaknya terhadap kesehatan jangka panjang. Artikel ini akan mengupas tuntas perbedaan antara ramen instan dan ramen homemade, dilihat dari kandungan gizi, bahan penyusun, hingga potensi risikonya.

Siapkan mangkukmu, karena kita akan menyelami fakta di balik kenyamanan dan kelezatan ramen.

Kandungan Nutrisi: Kalori Cepat vs Gizi Seimbang

Ramen
Mi kering yang sering digunakan untuk membuat ramen instan. (Pixabay/Viarami)

Ramen instan umumnya mengandung 188–400 kalori per bungkus, dengan karbohidrat tinggi, lemak jenuh, dan natrium berlebih. Sebagian besar mi instan digoreng sebelum dikemas, yang menambah kadar lemak. Selain itu, bumbu instan mengandung MSG, pengawet, dan pewarna buatan.

Sebaliknya, ramen homemade memberi ruang untuk kontrol penuh atas bahan. Kita bisa menggunakan mi segar tanpa pengawet, kaldu dari tulang ayam atau jamur, dan topping sehat seperti sayuran, telur rebus, atau daging tanpa lemak.

Hasilnya? Makanan yang lebih kaya protein, serat, dan vitamin.

Bahan Tambahan: Kenyamanan vs Kesehatan

Ramen instan dirancang untuk tahan lama. Itu sebabnya ia mengandung zat aditif seperti TBHQ (antioksidan sintetis) dan natrium tinggi yang bisa memicu tekanan darah tinggi jika dikonsumsi berlebihan.

Beberapa studi juga mengaitkan konsumsi mi instan berlebihan dengan peningkatan risiko sindrom metabolik. Ramen homemade, di sisi lain, lebih minim dari bahan kimia tambahan.

Kita bisa memilih bahan organik, rendah garam, dan tanpa MSG, serta menyesuaikan rasa sesuai kebutuhan diet. Bahkan, kita bisa membuat versi vegetarian, rendah kalori, atau tinggi protein.

Waktu dan Praktikalitas: Cepat vs Kreatif

Ramen
Ramen. (Pixabay)

Tak bisa dipungkiri, ramen instan menang dalam hal kecepatan. Dalam 5 menit, kita sudah bisa menikmati semangkuk mi hangat. Tapi kenyamanan ini datang dengan kompromi nutrisi.

Ramen homemade memang butuh waktu lebih lama, mulai dari merebus kaldu hingga menyiapkan topping. Namun, proses ini bisa menjadi ritual menyenangkan dan kreatif, bahkan menyehatkan secara mental. Memasak sendiri juga memberi kepuasan tersendiri yang tak bisa digantikan oleh mi instan.

Dampak Jangka Panjang

Konsumsi ramen instan secara rutin dikaitkan dengan peningkatan risiko obesitas, hipertensi, dan gangguan metabolik, terutama jika tidak diimbangi dengan pola makan sehat. Sementara itu, ramen homemade yang seimbang bisa menjadi bagian dari diet sehat, terutama jika menggunakan bahan segar dan rendah garam.

Jadi, sedikit saran, pilihlah dengan bijak. Ramen instan cocok untuk kondisi darurat atau sesekali, tapi sebaiknya tidak menjadi makanan pokok. Sedangkan ramen homemade menawarkan fleksibilitas, nutrisi lebih baik, dan pengalaman memasak yang menyenangkan.***