1. Home
  2. Kulineran

Sejarah Ramyeon: dari Jepang ke Korea, Begini Perjalanannya

Ramyeon bukanlah sekadar makanan cepat saji yang sering muncul di drama Korea. Ia adalah simbol ketahanan, kreativitas, dan adaptasi.

Ramyeon
Ramyeon, hidangan mi kuah panas dari Korea yang ternyata menyimpan sejarah panjang. (Pexels/Becerra Govea Photo)

SOEAT - Siapa sangka semangkuk hidangan bisa menyimpan kisah panjang tentang migrasi budaya, krisis pangan, hingga revolusi industri makanan? Ramyeon, mi instan pedas khas Korea yang kini mendunia, adalah salah satu jenis hidangan itu.

Ramyeon bukanlah sekadar makanan cepat saji yang sering muncul di drama Korea. Ia adalah simbol ketahanan, kreativitas, dan adaptasi.

Ramyeon memiliki asal-usul yang berakar pada lamian Tiongkok, kemudian dimodifikasi menjadi ramen di Jepang. Ia lalu di-twist menjadi ramyeon di Korea. Perjalanan mi ini mencerminkan dinamika sejarah Asia Timur yang kompleks dan penuh cita rasa.

Ramyeon bukan hanya makanan, tapi juga saksi bisu dari masa-masa sulit Korea pasca perang, sekaligus ikon pop culture yang kini menjadi bagian dari identitas kuliner Korea Selatan. Bagaimana bisa satu jenis mi mengalami transformasi lintas negara dan budaya, lalu menjadi comfort food sejuta umat? Mari kita telusuri jejaknya.

Akar dari Tiongkok dan Evolusi di Jepang

Segalanya bermula dari lamian, mi tarik tangan khas Tiongkok yang diperkenalkan ke Jepang oleh imigran Tiongkok pada akhir abad ke-19. Di Jepang, mi ini mengalami adaptasi dan menjadi ramen, lengkap dengan kuah kaldu yang kaya dan topping yang artistik.

Ramen berkembang menjadi kuliner nasional Jepang dengan berbagai varian seperti shoyu, miso, dan tonkotsu.

Ramen
Ramen. (Pixabay)

Masuk ke Korea: Dari Ramen ke Ramyeon

Setelah Perang Dunia II, Jepang membawa budaya ramen ke Korea selama masa penjajahan. Namun, baru pada awal 1960-an, Korea mulai mengembangkan versi instannya sendiri.

Tahun 1963, perusahaan Samyang memperkenalkan ramyeon instan pertama di Korea. Ini adalah solusi makanan murah dan cepat di tengah krisis ekonomi dan kelangkaan pangan.

Kondisi Korea pasca Perang Korea (1950–1953) sangat memprihatinkan. Banyak warga hidup dalam kemiskinan dan kekurangan bahan makanan.

Ramyeon hadir sebagai solusi: murah, mudah disimpan, dan cepat disiapkan. Ia menjadi makanan darurat yang disalurkan dalam situasi bencana dan juga simbol solidaritas sosial.

Shin Choon-ho dan Revolusi Rasa

Ramyeon
Deretan ramyeon instan yang ada di supermarket Korea. (Pixabay/ihatemyselfq)

Pada 1980-an, Shin Choon-ho, pendiri Nongshim, menciptakan Shin Ramyeon —ramyeon pedas dengan cita rasa khas Korea. Ia bereksperimen dengan lebih dari 20 jenis cabai untuk menemukan rasa yang pas.

Produk ini menjadi ikon nasional dan membuka jalan bagi ekspor ramyeon ke seluruh dunia.

Dari Makanan Murah ke Ikon Pop Culture

Saat ini, ramyeon kini bukan hanya makanan darurat, tapi juga bagian dari budaya populer Korea. Ia sering muncul dalam drama, variety show, dan bahkan menjadi simbol romantisme dalam adegan “makan ramyeon bareng”.

Varian rasa pun makin beragam. Mulai dari keju, kimchi, hingga rasa ayam super pedas yang viral secara global.***