- Home
- Kulineran
Perbedaan Cronut dan Donat Biasa, Kenapa Teksturnya Beda dan Lebih Istimewa?
Donat biasa adalah comfort food yang tak lekang oleh waktu, sementara cronut adalah petualangan rasa yang menggoda.

SOEAT - Kita semua mungkin punya kenangan masing-masing dengan donat. Entah itu donat gula buatan ibu, donat kentang dari pasar pagi, atau donat waralaba yang jadi teman nongkrong.
Bentuknya bulat, empuk, manis, dan selalu berhasil membuat kita tersenyum. Tapi suatu hari, dunia pastry memperkenalkan sesuatu yang berbeda bernama cronut.
Ia bukan sekadar donat yang dimodifikasi, tapi hasil dari eksperimen teknik tinggi yang menggabungkan dua dunia: kelembutan donat dan kerumitan croissant. Sejak pertama kali muncul di New York pada 2013, cronut langsung jadi sensasi global.
Tapi, apa sebenarnya yang membuat cronut begitu istimewa dibanding donat biasa? Mari kita telusuri lebih dalam.
Asal-Usul: Tradisi vs Inovasi
Donat biasa sudah ada sejak lama dan menjadi bagian dari budaya kuliner di berbagai belahan dunia. Di Indonesia, donat klasik biasanya dibuat dari adonan berbasis tepung terigu, ragi, telur, dan susu.
Donat digoreng hingga keemasan, lalu diberi topping sederhana seperti gula halus, meses, atau keju parut. Sederhana, tapi selalu berhasil mencuri hati.
Cronut, di sisi lain, adalah hasil dari inovasi. Dominique Ansel, pastry chef asal Prancis yang berbasis di New York, menciptakan cronut sebagai bentuk eksplorasi teknik dan rasa.
Ia menggabungkan teknik laminasi croissant, yakni melipat adonan dengan mentega berkali-kali, dengan metode penggorengan donat. Hasilnya adalah pastry berlapis-lapis yang digoreng, diisi krim, dan diberi topping glaze yang elegan.
Tekstur: Lapisan vs Empuk
Tekstur adalah perbedaan paling mencolok antara cronut dan donat biasa. Donat klasik memiliki tekstur yang empuk dan kenyal, hasil dari fermentasi adonan yang sederhana. Saat digigit, ia memberikan sensasi lembut yang familiar.
Cronut, sebaliknya, menawarkan pengalaman tekstur yang jauh lebih kompleks. Lapisan-lapisan tipis hasil laminasi menciptakan sensasi renyah di luar, namun tetap lembut dan berongga di dalam.
Saat digoreng, mentega dalam lapisan meleleh dan menciptakan rongga udara yang membuat cronut terasa ringan namun kaya. Setiap gigitan seperti membuka satu lapisan cerita baru.
Proses Pembuatan: Cepat vs Presisi
Donat biasa bisa dibuat dalam waktu 1–2 jam. Adonan diuleni, difermentasi, dibentuk, lalu digoreng. Prosesnya relatif cepat dan bisa dilakukan di dapur rumah tanpa peralatan khusus.
Cronut, sebaliknya, membutuhkan waktu dan kesabaran. Proses laminasi memakan waktu 2–3 hari, dengan jeda pendinginan di antara setiap lipatan.
Setelah itu, adonan harus difermentasi, digoreng dengan suhu presisi, lalu diisi dan dihias. Ini adalah pastry yang menuntut teknik tinggi dan perhatian pada detail. Tak heran jika cronut sering dianggap sebagai “pastry haute couture”.
Rasa dan Variasi: Familiar vs Eksploratif
Donat biasa cenderung memiliki rasa yang manis dan sederhana. Topping-nya pun familiar: cokelat, keju, gula halus, atau meses. Ini membuatnya cocok untuk semua usia dan suasana.
Cronut menawarkan rasa yang lebih eksploratif. Isian krim bisa berupa vanilla bean, lemon curd, atau bahkan lavender.
Glaze-nya pun sering menggunakan bahan-bahan premium seperti maple, rosewater, atau pistachio. Ini menjadikan cronut lebih cocok untuk pencinta pastry yang ingin menjelajahi rasa baru.
Harga dan Eksklusivitas
Karena prosesnya yang rumit dan bahan yang lebih premium, cronut biasanya dijual dengan harga lebih tinggi dibanding donat biasa. Di beberapa bakery ternama, cronut bahkan hanya tersedia dalam jumlah terbatas per hari. Ini menambah kesan eksklusif dan membuatnya terasa lebih spesial.***