- Home
- Kulineran
Perbedaan Nasi Uduk, Nasi Lemak, dan Nasi Kuning: Jangan Sampai Keliru
Aromanya sama-sama menggoda, rasanya sama-sama lezat, dan varian lauknya sama-sama menggugah selera.

SOEAT - Bagi kebanyakan orang Indonesia, tak lengkap rasanya jika makan tanpa nasi. Tak heran, nasi tak hanya menjelma sebagai nasi putih, melainkan nasi berbumbu yang dicampurkan berbagai macam rempah dan bahan-bahan lain.
Beberapa jenis nasi yang populer, yakni nasi uduk, nasi lemak, dan nasi kuning. Aromanya sama-sama menggoda, rasanya sama-sama lezat, dan varian lauknya sama-sama menggugah selera.
Tapi jangan salah, meski sama-sama berfungsi sebagai sumber karbohidrat, ketiganya punya identitas, sejarah, dan filosofi yang berbeda. Apa saja perbedaan mendasar dari ketiga nasi gurih populer ini, dari segi bahan, bumbu, asal-usul, hingga makna budayanya?
Asal-Usul: Dari Betawi, Melayu, hingga Tradisi Jawa
Berdasarkan sejumlah literasi, didapati bahwa nasi uduk berasal dari masyarakat Betawi. Keberadaannya merupakan hasil akulturasi budaya Melayu dan Jawa yang berkembang di Batavia sejak abad ke-17.
Nama “uduk” sendiri berasal dari kata dalam bahasa Betawi yang berarti “campur”. Ini merujuk pada proses memasak nasi dengan santan dan rempah.
Sedangkan nasi lemak adalah hidangan khas Melayu yang populer di Malaysia, Singapura, Brunei, dan sebagian wilayah Sumatera. Kata “lemak” merujuk pada rasa gurih dan berlemak dari santan yang digunakan dalam memasak nasi.
Sementara itu, nasi kuning berasal dari tradisi Jawa dan banyak ditemukan di berbagai daerah Indonesia. Warna kuningnya berasal dari kunyit, dan nasi ini sering disajikan dalam acara syukuran atau perayaan sebagai simbol kemakmuran dan kebahagiaan.
Bahan dan Bumbu: Serupa Tapi Tak Sama
Untuk membuatnya, ketiga jenis nasi ini berbahan dasar beras yang dicampurkan dengan santan. Nasi uduk ditambahkan serai, daun salam, daun pandan, lengkuas, cengkeh, sedangkan nasi lemak ditambahkan daun pandan, dan sedikit kayu manis.
Nasi kuning, sesuai dengan namanya, ditambahkan kunyit. Selain itu, juga ada kehadiran serai, daun salam, dan daun jeruk.
Meski nasi uduk dan nasi lemak sama-sama dimasak dengan santan, tapi nasi uduk lebih kaya rempah, sedangkan nasi lemak lebih sederhana dan mengandalkan aroma pandan. Nasi kuning punya rasa gurih yang khas dengan sentuhan earthy dari kunyit.
Lauk Pendamping: Cerminan Budaya Setempat
Adapun lauk pauk yang menjadi pendamping ketiga nasi ini, merupakan cerminan budaya setempat. Nasi uduk biasanya disajikan dengan ayam goreng, semur tahu atau jengkol, tempe orek, bihun goreng, telur balado, dan sambal kacang.
Di Jakarta, nasi uduk banyak disajikan dalam bungkus daun pisang. Nasi uduk adalah menu sarapan favorit warga Jakarta, karena menjadi sumber hidangan yang lengkap. Selain karbohidrat, juga ada elemen protein hewani dan nabati, juga serat dalam bentuk mentimun.
Sedangkan nasi lemak hadir dengan telur rebus, ikan bilis (teri goreng), kacang tanah goreng, sambal khas Malaysia, dan irisan mentimun. Versi mewahnya bisa ditambah rendang, ayam masak merah, atau sambal sotong.
Untuk nasi kuning, tergantung penyajian. Jika disajikan dalam bentuk tumpeng, akan disajikan lengkap dengan ayam goreng lengkuas, telur pindang, perkedel, abon, dan sambal goreng ati.
Sedangkan nasi kuning yang dijajakan di warung atau kedai, disuguhkan mirip seperti nasi uduk. Dalam wujudnya sebagai nasi tumpeng, nasi kuning adalah simbol perayaan dan doa syukur dalam budaya Jawa dan Indonesia Timur.
Filosofi dan Fungsi Sosial
Secara filosofis, nasi uduk melambangkan keberagaman dan kebersamaan. Ia hadir dalam acara keluarga, selamatan, hingga sarapan harian.
Sedangkan nasi lemak adalah simbol kenyamanan dan kebanggaan kuliner Melayu. Ia bisa ditemukan dari warung kaki lima hingga hotel bintang lima.
Nasi Kuning punya makna spiritual. Warna kuning melambangkan kemuliaan dan harapan baik. Ia adalah nasi yang “berdoa”.***