- Home
- Nusarasa
Beragamnya Batagor di Bandung, dari Kelas Sultan hingga Kaum Terpinggirkan
Batagor jadi ikon budaya dan magnet wisata kuliner di Bandung, menarik wisatawan dan memperluas pasar hingga level nasional dan internasional.

SOEAT - Seiring perkembangan zaman, batagor tersaji dengan variasi yang beragam. Pada perkembangannya, selain disajikan dengan bumbu kacang dan kecap, batagor juga dihidangkan dengan kuah kaldu bening seperti bakso.
Batagor juga menjadi makanan yang menyasar berbagai kalangan. Ia hadir di restoran dan gerobak kaki lima, bahkan di area sekolah sebagai jajanan bocah.
Di Bandung, penikmat batagor diberi keleluasaan memilih. Jika ingin batagor bercita rasa ikan tenggiri yang kuat di lidah bisa mampir ke restoran batagor 'sultan' seperti Batagor Kingsley dan Batagor Riri. Di kasta ini, harga sebongkah batagor Rp20.000 hingga Rp25.000.
Di kelas menengah, pilihan untuk membeli batagor semakin banyak. Sebut saja Batagor H Isan, Batagor Yunus, Batagor Abuy, Batagor Priangan, Batagor H Darto, dan Batagor Kahuripan yang mematok harga per Rp3.500 hingga Rp10.000.
Tak kalah menarik adalah batagor yang dijual di gerobak kali lima, karena rasanya tetap memanjakan lidah. Misalnya Batagor Tamim dan Batagor Otoy yang menjual batagor per porsi isi 5 sampai 6 buah Rp15.000 sampai Rp20.000.
Sejak Abad ke-16, Orang Asing Bilang Masakan Sunda Lezat
Dosen Politeknik Pariwisata NHI Bandung Dr. Riadi Darwis, M.Pd. mengungkapkan, batagor adalah makanan yang menembus lintas kelas sosial. Pasalnya, batagor bisa dinikmati hampir semua umur dan tidak memandang status sosial.
"Di Bandung, pilihan untuk jajan batagor sangat banyak. Mau beli yang murah sampai mahal ada. Bagi orang Bandung, yang penting enak. Lidah orang Bandung terbiasa mengkurasi makanan. Jadi, selama enak, pasti akan dicari," tutur Riadi Darwis.
Menurut dia, masakan dan makanan Sunda relatif sangat lezat. Pengakuan ini salah satunya termaktub dalam manuskrip Kerajaan Pajajaran ketika kedatangan seorang Portugis pada abad ke-16. Ketika itu, orang Portugis mengakui bahwa makanan dari tanah Sunda sangat kaya dan lezat.
Bahkan, kekayaan cita rasa masakan Sunda termuat di naskah kuno Siksa Kandang Karesian. Berdasarkan naskah kuno itu, ada enam cita rasa masakan Sunda, yaitu manis, asin, pedas, gurih, asam, dan pahit. Dari enam cita rasa ini, setidaknya batagor membawa empat cita rasa yaitu manis, asin, gurih, dan pedas.
"Dengan ciri khas yang melekat pada batagor, tak sulit rasanya jika batagor ingin menembus pasar nasional, bahkan internasional. Jangan anggap remeh batagor. Saya optimistis, batagor bisa menjadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia," ujar Riadi Darwis.
Bagator Magnet Wisata Bandung
Dosen Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia Dr. Heny Hendrayati mengungkapkan, industri batagor di Bandung merupakan contoh nyata bagaimana kuliner lokal hasil akulturasi budaya dapat mendorong perekonomian mikro dan regional.
Batagor yang mulai hadir sejak 1968 hasil inovasi Haji Isan, kata Heny Hendrayati, telah membangun ekosistem bisnis yang melibatkan berbagai pelaku usaha. Batagor mampu menciptakan lapangan kerja dan peluang kewirausahaan inklusif bagi masyarakat bermodal terbatas.
UMKM di sektor ini menjadi fondasi penting bagi perekonomian lokal yang dinamis dan berkelanjutan.
"Kontribusi ekonomi batagor tak hanya dari penciptaan lapangan kerja, tetapi juga perputaran uang yang memperkuat struktur ekonomi Bandung. Pendapatan usaha batagor sebagian besar beredar di komunitas lokal, memberi efek positif yang berganda pada sektor terkait seperti produksi ikan, tahu, dan distribusi. Model bisnis sederhana tapi inovatif ini efektif meningkatkan nilai tambah ekonomi daerah serta membangun ketahanan ekonomi komunitas menghadapi tantangan eksternal," tutur dia.
Secara budaya, batagor merupakan simbol akulturasi sekaligus menambah nilai ekonomi yang signifikan. Batagor menjadi ikon budaya dan magnet wisata kuliner Bandung, menarik wisatawan dan memperluas pasar hingga nasional dan internasional.***