1. Home
  2. Nusarasa

Jahe dalam Kuliner Sunda Punya Banyak Mitos dan Makna

Nusarasa

Dalam masyarakat Sunda, jahe bukan hanya bumbu dapur, tapi juga bagian dari sistem pengobatan alami dan ritual keseharian.

Jahe
Jahe. (Pixabay/Congerdesign)

SOEAT - Bayangkan ketika hujan sedang turun, cuaca dingin atau suhu udara sedang tak bersahabat. Meneguk segelas minuman hangat pasti menyenangkan! Bajigur, bandrek, atau bahkan hanya sekadar jahe yang diseduh dengan air panas, dijamin ampuh untuk menghangatkan perut dan tenggorokan.

Jahe (Zingiber officinale) telah digunakan selama ribuan tahun di Asia sebagai bahan kuliner dan obat tradisional. Dalam masyarakat Sunda, jahe bukan hanya bumbu dapur, tapi juga bagian dari sistem pengobatan alami dan ritual keseharian.

Rempah ini tumbuh subur di tanah vulkanik Jawa Barat, menjadikannya mudah diakses dan akrab dalam kehidupan masyarakat. Menurut Endang Sri Lestari dalam bukunya, Minuman Tradisional Penguat Kekebalan Tubuh, jahe mengandung senyawa aktif seperti gingerol dan shogaol yang bersifat antiinflamasi, antimikroba, dan antioksidan. Khasiat ini menjadikan jahe sebagai bahan utama dalam berbagai minuman tradisional Sunda.

Bandrek: Minuman Hangat yang Sarat Makna

bandrek
Minuman Tradisional Bandung - Instagram @bandrek555

Bandrek adalah minuman khas Sunda yang dibuat dari jahe, gula merah, dan rempah-rempah seperti kayu manis, cengkih, dan serai. Kadang ditambahkan kelapa muda, susu, atau telur ayam kampung.

Minuman ini dipercaya sudah ada sejak abad ke-10 dan menjadi populer di kalangan pekerja perkebunan pada masa kolonial Belanda. Dalam artikel yang dimuat detikJabar, disebutkan bahwa bandrek dulunya tergolong minuman mewah karena kandungan rempahnya yang mahal dan langka di Eropa.

Kini, bandrek menjadi simbol kehangatan dan kebersamaan, sering disajikan di warung kopi tradisional atau acara keluarga saat hujan turun. Untuk membuatnya, kita bisa menggunakan jahe tua yang dipanggang, kemudian diracik bersama gula merah dan gula pasir, daun pandan, serta rempah seperti serai, kayu manis, dan cengkih.

Tambahkan sedikit garam, bandrek kemudian direbus perlahan hingga aromanya memenuhi ruangan. Sajikan hangat dalam batok kelapa atau gelas kaca, bandrek siap menjadi penghangat yang manis.

Penelitian oleh Kusuma Intan dkk. (2020) menunjukkan bahwa ekstrak jahe memiliki efek antiperadangan dan dapat membantu meredakan gejala flu, batuk, mual, dan nyeri sendi. Dalam konteks tradisi Sunda, manfaat ini telah lama dikenal secara empiris, meski baru belakangan dibuktikan secara ilmiah.

Jahe juga digunakan dalam jamu dan ramuan pasca-melahirkan, terutama untuk perempuan. Dalam budaya Sunda, minuman jahe dipercaya dapat memperkuat tubuh, melancarkan peredaran darah, dan menghangatkan rahim.

Bajigur dan Bir Pletok: Variasi Rasa dan Fungsi

Bajigur
Bajigur: Minuman Rakyat yang Lahir di Ladang - pexels.com Photo olga Volkovitskaia

Selain bandrek, jahe juga hadir dalam bajigur —minuman khas Sunda yang mirip bandrek tapi menggunakan santan sebagai bahan dasar. Bajigur memiliki rasa lebih gurih dan kental, sering disajikan dengan pisang rebus atau ubi kukus.

Menurut buku Rahasia Membuat Minuman karya Dian dkk., bajigur adalah minuman yang menyeimbangkan rasa manis dan gurih, dengan aroma pandan dan vanili. Sementara itu, bir pletok —meski lebih dikenal sebagai minuman Betawi, juga populer di wilayah Sunda.

Bir pletok menggabungkan jahe, kayu secang, dan rempah lain. Minuman ini bisa disajikan dingin atau hangat, sebagai penambah stamina.

Jahe dalam Mitos dan Spiritualitas Sunda

Ronde Jahe
Ronde jahe Alkateri, salah satu kuliner legend di Bandung yang wajib dicoba. (Instagram @rondejahealkateri)

Dalam tradisi Sunda, jahe tidak hanya digunakan untuk kesehatan fisik, tapi juga dipercaya memiliki kekuatan spiritual. Beberapa kepercayaan lokal menyebutkan bahwa jahe dapat “menolak angin jahat” atau “mengusir hawa dingin” yang dianggap sebagai gangguan energi negatif.

Dalam ritual adat, jahe kadang digunakan sebagai bagian dari sesajen atau ramuan pembersih diri. Masyarakat Sunda percaya bahwa tubuh yang hangat adalah tubuh yang sehat dan terlindungi dari gangguan gaib. Jahe, dengan sifatnya yang menghangatkan, menjadi simbol perlindungan dan pemulihan.

Di masa sekarang, jahe juga menjadi bagian dari gaya hidup wellness yang menekankan keseimbangan antara tubuh, pikiran, dan lingkungan. Jahe, dengan sifatnya yang menghangatkan dan menenangkan, menjadi bagian penting dalam praktik ini.

Di dunia aromaterapi, minyak jahe digunakan untuk meredakan stres dan meningkatkan fokus. Dalam yoga dan meditasi, teh jahe sering disajikan sebagai minuman pembuka sesi.

Tren Jahe Kini dan Masa Depan

Kayu manis
Minuman rempah yang terdiri dari kayu manis, jahe, dan lemon. (Pixabay/Kaheig)

Di pasar tradisional, jahe dijual segar per kilogram. Di supermarket, ia hadir dalam bentuk bubuk, ekstrak, dan minuman instan. Di toko organik dan e-commerce, jahe tampil dalam kemasan premium: jahe merah organik, jahe Bali, jahe emprit, masing-masing dengan klaim khasiat dan keunikan rasa.

Produk-produk wellness berbasis jahe kini juga begitu menjamur di pasaran. Mulai dari teh detox, suplemen herbal, hingga sabun dan lotion. Di Bandung, misalnya, beberapa kafe dan studio yoga menyajikan wellness shots berbasis jahe, lemon, dan madu sebagai booster alami sebelum aktivitas.

Transformasi ini menunjukkan bahwa jahe telah melampaui batas dapur. Ia menjadi bagian dari gaya hidup sadar kesehatan, dengan nilai tambah yang bukan hanya fungsional, tapi juga emosional dan estetis.

Namun, di balik kemasan modern itu, tetap tersimpan rasa dan makna yang berasal dari tradisi Sunda.

Aroma jahe yang direbus bersama gula merah juga bisa membangkitkan kenangan masa kecil: dapur nenek, hujan sore, dan obrolan hangat di ruang tamu. Dalam budaya Sunda, rasa bukan hanya soal lidah, tapi juga soal hati dan memori.

Dengan demikian, jahe menjadi salah satu pengingat bahwa tradisi bisa hidup dalam secangkir minuman, melainkan juga menghubungkan generasi, menyatukan rasa, dan merawat warisan.***