1. Home
  2. Nusarasa

Sudah Coba Coto Makassar? Kuliner Jeroan Berkuah Pekat dengan 40 Rempah Ini Melegenda

Nusarasa

Temukan sejarah dan rasa autentik Coto Makassar, kuliner berkuah khas Sulawesi Selatan yang kaya rempah, disajikan dengan buras dan sambal tauco.

Coto Makassar
Coto Makassar - Wikipedia

SOEAT - Di Makassar, Sulawesi Selatan, waktu seperti melambat saat semangkuk coto tersaji hangat di hadapan. Kuahnya pekat, beraroma kuat, dan kaya rasa—pertanda bahwa ini bukan soto biasa. Ini adalah Pallu Coto Mangkasarak, sajian bersejarah yang telah melampaui zaman, dari dapur kerajaan hingga meja makan rakyat.

Lebih dari sekadar makanan, coto adalah simbol keagungan kuliner Bugis-Makassar yang hidup sejak abad ke-16. Dalam satu mangkuk, terkandung jejak kerajaan Gowa, akulturasi budaya, dan warisan rempah yang menjadikannya salah satu hidangan paling kompleks di Indonesia.

Jejak Kerajaan Gowa dan Hierarki dalam Mangkuk

Sejarah mencatat bahwa Coto Makassar mulai dikenal sekitar tahun 1538 M, di masa kejayaan Kerajaan Gowa. Di dapur istana, sajian ini bukan sembarangan. Daging sapi berkualitas tinggi seperti sirloin dan tenderloin disajikan khusus untuk raja dan tamu kehormatan. Sementara itu, bagian jeroan seperti hati, babat, dan usus diberikan kepada abdi dalem dan rakyat biasa.

Namun seiring waktu, jeroan justru menjadi daya tarik tersendiri. Teksturnya yang bervariasi dan kemampuannya menyerap bumbu menjadikannya elemen penting dalam cita rasa coto. Yang dulunya pelengkap, kini justru menjadi bintang utama.

Sebagai kota pelabuhan yang terbuka, Makassar juga menjadi titik temu budaya. Salah satu pengaruh asing yang menetap dalam coto adalah sambal tauco, yang memperkaya rasa dan menjadi ciri khas yang tak bisa dipisahkan dari penyajiannya.

Rampa Patang Pulo: 40 Rempah dalam Satu Hidangan

Keistimewaan coto Makassar terletak pada rampa patang pulo—komposisi 40 jenis rempah yang digunakan dalam pembuatannya. Setiap sendok kuah mengandung perpaduan antara bawang merah, ketumbar, pala, kayu manis, lengkuas, jintan, hingga daun kunyit dan foeli. Racikannya bervariasi di tiap warung, tapi dasarnya tetap sama: kaya rasa, dalam aroma, dan halus di lidah.

Coto Makasar
Coto Makasar - Wikimedia

Satu lagi bahan kunci: kacang tanah. Digoreng, dihaluskan, lalu dimasukkan ke kuah bersama rempah dan tauco. Fungsinya bukan hanya sebagai penyedap, tapi juga sebagai pengental alami yang memberi tekstur lembut dan rasa gurih khas yang melekat.

Meracik coto bukan pekerjaan instan. Butuh waktu berjam-jam untuk merebus daging dan jeroan hingga empuk, lalu menyatukannya dengan kuah yang kaya akan lapisan rasa. Tak heran jika setiap warung coto memiliki resep rahasia sendiri, diwariskan turun-temurun dan dijaga ketat oleh generasi penerusnya.

Kuah Pekat, Warna Gelap, dan Rasa yang Dalam

Tak seperti soto-soto lain yang bening atau kuning, kuah coto justru tampil gelap dan kental. Perpaduan kacang tanah, tauco, dan puluhan rempah menciptakan warna coklat kehitaman yang menandakan kedalaman rasa.

Kuah ini bukan sekadar kaldu. Ia adalah perpaduan rempah dan teknik yang menyatu dalam panas lambat, memberi rasa yang menyentuh dari ujung lidah hingga ke perut. Aromanya tajam, namun tidak menyengat. Rasanya gurih, sedikit manis, dan hangat dari rempah.

Setiap tegukan kuah memberi kesan seperti membaca sejarah: kaya, dalam, dan dibuat dengan kesabaran.

Dari Jeroan ke Ketupat: Komposisi Tradisional yang Lengkap

Coto Makassar selalu disajikan dengan pilihan daging dan jeroan. Mulai dari paru, babat, jantung, hati, hingga torpedo. Setiap bagian memberikan sensasi tekstur dan rasa yang berbeda, memperkaya pengalaman makan.

Pendampingnya bukan nasi, tapi ketupat atau buras—lontong khas Makassar yang dimasak dengan santan dan dibungkus daun pisang. Fungsi utamanya bukan hanya sebagai pengganjal perut, tapi juga sebagai penyerap sempurna untuk kuah coto yang kaya dan berminyak.

Pelengkap lain yang wajib hadir adalah sambal tauco dan perasan jeruk nipis. Keduanya menyegarkan dan menyeimbangkan rasa, membuat semangkuk coto jadi harmoni rasa yang utuh dan memikat.

Cerminan Budaya dan Pengakuan Nasional

Coto bukan hanya soal makanan, tapi juga tentang identitas. Ia adalah bagian dari narasi besar kebudayaan Bugis-Makassar—tentang keahlian mengolah bahan, kepekaan terhadap rasa, dan warisan dari masa kerajaan yang kini dinikmati semua kalangan.

Tak heran jika pada tahun 2008, Garuda Indonesia menjadikan Coto Makassar sebagai salah satu menu resmi dalam penerbangan domestik. Ini bukan hanya pengakuan atas rasanya, tapi juga atas posisinya sebagai warisan kuliner Indonesia.

Nilai Gizi dan Kandungan Rempah yang Menyehatkan

Meski berbahan dasar jeroan yang tinggi kolesterol, coto tetap memiliki nilai gizi yang tinggi dari kandungan protein dan rempahnya. Banyak dari rempah yang digunakan dalam coto bersifat antioksidan, antiinflamasi, dan antibakteri alami.

Kunyit, jahe, serai, hingga kayu manis memberikan manfaat bagi pencernaan dan daya tahan tubuh. Namun, bagi penderita kolesterol tinggi, porsi konsumsi tetap perlu diperhatikan, terutama jika memilih campuran jeroan dalam porsi besar.

Kini, coto terus hidup dalam berbagai bentuk. Dari warung pinggir jalan di Makassar hingga restoran premium di Jakarta, sajian ini terus bertahan. Beberapa pengusaha kuliner mencoba berinovasi dengan variasi isian, bahkan versi rendah kolesterol, namun tetap menjaga kuah dan rempah aslinya.***