1. Home
  2. Nusarasa

Sroto Sokaraja, Rahasia Kuliner Banyumas yang Kini Melejit ke Kota-Kota Besar

Nusarasa

Sroto Sokaraja bukan sekadar soto biasa. Dengan kuah kacang, ketupat, dan kerupuk khas, kuliner khas Banyumas ini siap menggugah selera Anda.

Soto Sokaraja
Soto Sokaraja

SOEAT - Di antara warung-warung sederhana di Kabupaten Banyumas, aroma kuah gurih dan suara sendok bertemu dengan kerupuk yang renyah menjadi penanda satu hidangan istimewa: Sroto Sokaraja. Nama ini mungkin masih asing bagi sebagian orang di luar Jawa Tengah, namun bagi masyarakat Banyumas, sroto adalah identitas rasa yang sulit dipisahkan dari keseharian.

Dengan kuah kaldu yang dicampur sambal kacang tumbuk, sroto tampil beda dari ragam soto lainnya di Indonesia. Dari cara penyajiannya yang “disruput” hingga kerupuk warna-warni yang jadi pelengkap, Sroto Sokaraja menawarkan pengalaman makan yang akrab, otentik, dan penuh karakter lokal.

Dari "Soto" Jadi "Sroto": Nama yang Lahir dari Suara

Asal-usul sroto berakar dari daerah Sokaraja, sebuah kawasan di Kabupaten Banyumas yang sejak lama dikenal sebagai sentra kuliner. Meski tak ada catatan resmi yang mengabadikan awal mula kehadiran sroto, banyak yang percaya bahwa sajian ini merupakan hasil kreativitas masyarakat lokal dalam memodifikasi soto menjadi lebih sesuai dengan cita rasa mereka.

Uniknya, penyebutan “sroto” diperkirakan berasal dari cara memakannya. Dalam tradisi lokal, sroto biasa dinikmati dengan cara “disruput”—dihirup perlahan dengan bunyi khas, menciptakan sensasi makan yang personal dan santai. Nama ini pun bertahan, menjadi pembeda sekaligus penanda keakraban dalam tradisi makan warga Banyumas.

Sambal Kacang yang Mengubah Segalanya

Apa yang membuat sroto begitu istimewa adalah sambal kacangnya. Bukan sambal biasa, dan bukan pula seperti bumbu pecel. Sambal kacang sroto dibuat dari kacang tanah yang ditumbuk bersama bawang putih, bawang merah, dan cabai merah, tanpa kencur. Teksturnya lebih halus, rasanya gurih, dan aromanya langsung menguar saat kuah panas menyentuh bumbu tersebut.

Sroto Sokaraja
Sroto Sokaraja, Banyumas - Wikimedia

Campuran ini tidak hanya memberikan rasa yang khas, tetapi juga mengubah warna kuah menjadi kecoklatan. Kuahnya terasa sedikit kental, pekat, dan memiliki sensasi rasa yang kaya—perpaduan gurih, pedas ringan, dan aroma panggang dari kacang yang digoreng terlebih dahulu.

Keunikan ini menciptakan cita rasa yang tidak bisa dibandingkan dengan soto manapun di Indonesia. Dalam satu suapan, sroto memberi rasa yang familiar namun tetap mengejutkan.

Komposisi Bumbu dan Sentuhan Lokal

Selain sambal kacang, sroto menggunakan bumbu dasar yang serupa dengan soto, seperti lengkuas, serai, daun salam, dan bawang-bawangan. Namun yang membuatnya mencolok adalah kehadiran kamijara—istilah lokal untuk serai—yang memberikan aroma segar dan memperkaya lapisan rasa dalam kuahnya.

Rasa sroto tidak didominasi satu elemen saja. Semuanya hadir seimbang: kaldu yang ringan namun gurih, sambal kacang yang mantap, serta bumbu dapur yang berpadu halus. Di balik kesederhanaannya, ada proses panjang dan kehati-hatian dalam menyusun rasa.

Ketupat, Daging, dan Kerupuk: Harmoni dalam Semangkuk

Sroto Sokaraja biasanya disajikan dalam mangkuk besar berisi potongan ketupat, suwiran ayam kampung atau irisan daging sapi, tauge, seledri, dan bihun. Semua bahan ini disiram kuah kacang hangat yang sudah dicampur kaldu, menciptakan kombinasi tekstur yang kompleks namun tetap menyatu.

Yang tidak boleh tertinggal adalah kerupuk warna-warni yang ditaburkan di atasnya. Ada juga “kerupuk cantir”—kerupuk yang sudah direndam dalam kuah dan menjadi sedikit lembek, menghadirkan sensasi unik antara renyah dan lembut.

Hidangan ini kerap disantap bersama mendoan—tempe tipis khas Banyumas yang digoreng setengah matang. Mendoan yang lembut di dalam dan gurih di luar menjadi pasangan ideal bagi sroto yang hangat dan pekat.

Tradisi Makan yang Akrab dan Hangat

Di Banyumas, sroto bukan sekadar makanan. Ia adalah bagian dari tradisi, budaya makan, dan kehidupan sosial masyarakat. Warung sroto menjadi ruang bertemu, tempat obrolan ringan mengalir bersama suapan demi suapan.

Tak ada keharusan formal saat menyantap sroto. Orang duduk santai, mengobrol sambil menyeruput kuah hangat, membiarkan makanan menjadi jembatan interaksi. Suasana seperti inilah yang membuat sroto tak hanya terasa enak, tapi juga hangat secara emosional.

Menyebar ke Kota-Kota Besar, Tetap Menjaga Rasa Asli

Kini, sroto Sokaraja telah menyeberang jauh dari kampung halamannya. Berbagai warung di Jakarta, Bandung, hingga Surabaya mulai menyajikannya, dibawa oleh para perantau asal Banyumas yang rindu akan rasa rumah.

Meski begitu, menjaga rasa asli bukan hal mudah. Tidak semua tempat bisa mereplika tauge lokal, sambal kacang yang ditumbuk dengan cara tradisional, atau suasana warung di Sokaraja. Namun semangat untuk mempertahankan cita rasa tetap hidup di tangan mereka yang tumbuh besar dengan sroto.

Media sosial juga turut memperluas jangkauan sroto ke generasi muda. Lewat unggahan visual di Instagram atau video ulasan di YouTube, sroto kini bukan hanya nostalgia, tetapi juga tren kuliner yang layak dicicipi siapa pun yang mencintai makanan tradisional Indonesia.

Kuliner Tradisional yang Menghidupi Banyak Orang

Dibalik kelezatannya, sroto menyimpan nilai ekonomi yang tak kecil. Di Banyumas, banyak keluarga yang menggantungkan hidup dari bisnis warung sroto. Mulai dari penjual di pasar hingga rumah makan besar, semua mengandalkan cita rasa ini sebagai sumber penghidupan.

Industri sroto turut mendukung pertanian lokal: dari petani kacang tanah, tukang potong ayam kampung, hingga produsen ketupat musiman. Rantai pasoknya menyatu dengan ekosistem kuliner tradisional yang bergerak setiap hari—pelan, tapi konsisten.

Sebagai bagian dari pariwisata kuliner Banyumas, sroto menjadi daya tarik utama yang tak pernah absen dalam daftar wajib coba. Banyak wisatawan dari luar daerah datang ke Sokaraja hanya untuk mencicipi semangkuk sroto, lalu membawa pulang kenangan yang bertahan lama di lidah dan hati.***