- Home
- Nusarasa
Gastronomi Seblak: Rahasia di Balik Pedasnya
Teknik memasak seblak mencerminkan adaptasi masyarakat terhadap bahan yang tersedia. Kerupuk yang biasanya digoreng, justru direndam dan dimasak hingga kenyal.

SOEAT – Bumbu sederhana yang berasal dari racikan dari bawang merah, bawang putih, cabai, dan kencur ditumis hingga layu dan aromanya menguar ke udara. Masukkan sedikit air dan berbagai topping, lalu koreksi rasa. Seporsi seblak panas dan pedas siap disantap.
Dalam gastronomi modern, seblak kini bisa disejajarkan dengan comfort food dari berbagai negara. Sebut saja seperti ramen di Jepang atau tom yum di Thailand.
Hal yang membuat seblak begitu unik adalah keberaniannya dalam rasa dan fleksibilitasnya dalam bentuk. Ia bisa hadir sebagai seblak kuah, seblak kering, bahkan hidangan fusion seperti seblak carbonara.
Teknik memasak seblak mencerminkan adaptasi masyarakat terhadap bahan yang tersedia. Kerupuk yang biasanya digoreng, justru direndam dan dimasak hingga kenyal. Teknik ini adalah bentuk reinterpretasi tekstur yang unik dalam dunia kuliner.
Rasanya juga bukan hanya pedas tetapi sekaligus gurih, sedikit manis, dan memiliki kedalaman rasa dari rempah-rempah. Kombinasi ini menciptakan pengalaman makan yang lengkap: menyentuh lidah, hidung, hingga emosi.
Seblak juga mencerminkan tren glocalization, ketika makanan lokal diadaptasi dengan sentuhan global tanpa kehilangan akar budayanya. Hal ini menjadikan seblak bukan hanya makanan, tapi juga narasi rasa yang terus ditulis ulang oleh generasi muda.
Bumbu Sederhana, Rasa Luar Biasa
Iin Parliani (53), pedagang seblak rumahan di kawasan Antapani, Bandung, menyebut bahwa bumbu dasar seblak memang sesederhana itu. Dia hanya menambahkan daun jeruk, garam, dan gula merah untuk memperkaya cita rasa seblak buatannya.
"Untuk bumbu dasarnya, sudah saya campurkan juga sereh geprek dan lengkuas. Pokoknya, kencur harus banyak," ujar ibu dua anak itu. Ia sudah berjualan seblak sejak 2011.
Saat baru pertama kali berjualan, dia menyiapkan topping aneka kerupuk, makaroni, cilok, siomay, aneka mi, serta sayuran dan ceker. Kini, dia menambah topping dengan varian yang lebih kekinian, seperti bacitul, cirawang, enoki beef, hingga aneka bahan yang biasanya digunakan untuk suki dan steambot.
"Kuahnya juga sekarang menyesuaikan. Kalau dulu hanya kuah gurih, sekarang ada kuah asam manis atau misdaseum, juga ada kuah campur bumbu kacang," tuturnya.
Benang merah dari semuanya yakni level kepedasan yang membuat sensasi makan semakin menyenangkan. Dia menjelaskan bahwa kebanyakan pelanggan yang membeli seblak buatannya meminta level pedas sedang hingga nyelekit (sangat pedas banget sekali pisan).
"Kadang saya juga bingung, orang kok bisa makan pedas seekstrem itu. Saya yang nyicipin aja kadang sampai keselek dan batuk saking pedasnya, tapi rupanya memang itu yang disukai," ujar Iin.
Berkuah dan Pedas, Paling Disukai
Kondisi iklim Bandung yang sejuk membuat jenis makanan berkuah dan rasa pedas sangat diminati masyarakatnya. Seblak yang dipercaya berasal dari Jawa Barat dan populer dari Bandung, tidak hanya populer di tengah masyarakat lokal, tetapi kian populer di kalangan wisatawan dari berbagai daerah.
Seblak merupakan olahan dari berbagai jenis kerupuk yang direbus dengan bahan tambahan lainnya, seperti sayuran, telur, dan aneka protein.
Ihsan, pekerja di warung Seblak Sultan Bandung mengatakan, banyak orang mengira kekuatan utama seblak terletak pada jumlah cabai rawit yang digunakan. Memang, cabai rawit merah dan cabai keriting menjadi bahan wajib untuk menciptakan sensasi pedas yang “nendang”.
Akan tetapi, ada satu bahan yang sering luput dari perhatian: kencur. Rempah ini memberi aroma khas dan rasa hangat yang membedakan seblak dari hidangan pedas lainnya seperti tom yum, bakso, mi ayam, atau mi instan pedas.
Kombinasi antara kencur, bawang putih, dan cabai menciptakan harmoni rasa yang kompleks. Cita rasanya pedas, gurih, dan sedikit earthy. Inilah yang membuat seblak bukan sekadar makanan pedas, tapi sajian dengan karakter kuat.
"Sejak Seblak Sultan berdiri pada 2016 hingga sekarang, bumbunya tetap autentik seperti ini. Kuncinya ada di kencur. Kalau topping menyesuaikan, meski di sini lebih mempertahankan yang paling disukai seperti kerupuk, siomay, batagor, dan cilok," tuturnya, ketika ditemui di Jalan Sultan Tirtayasa, Bandung.
Kencur, Sang Penentu Rasa
Perpaduan antara kencur dan cabai melahirkan harmoni rasa yang khas dan menggugah, yang bisa dibilang menjadi "jiwa" dari banyak masakan tradisional, terutama di wilayah Sunda. Dan tentu saja, seblak adalah salah satu manifestasi terbaiknya.
Kencur, dengan aroma tajam dan sedikit minty-earthy, memberi sensasi hangat dan agak pahit yang menembus hidung. Sementara cabai memberi ledakan pedas yang membakar lidah. Ketika keduanya dipadukan, terciptalah profil rasa yang tidak hanya pedas, tapi juga berlapis, kompleks, dan nagih.
Tak hanya pada seblak, dalam masakan khas Sunda lain seperti ulukutek oncom hingga sambal kencur, rimpang ini bukan hanya pelengkap, tapi menjadi penentu karakter rasa. Aroma khasnya yang tajam dan rasa menyengatnya memberikan sensasi segak, disukai banyak orang Sunda.
Menariknya, bahkan orang yang bukan asli Sunda tapi tumbuh besar di wilayah Tatar Sunda mengakui lidah mereka jadi terbiasa dan cocok dengan masakan berbumbu kencur. Hal ini menunjukkan bahwa kencur bukan sekadar bahan dapur tapi bagian dari identitas rasa yang melekat dalam tradisi kuliner Sunda.
Bicara soal makanan yang melekat dalam tradisi Sunda, Riadi Darwis, dosen Politeknik Pariwisata NHI Bandung yang juga dikenal sebagai pengamat gastronomi Sunda, mengatakan bahwa seblak tak perlu menjaga pakem-pakem seperti makanan tradisi yang harus dijaga keasliannya.
"Untuk makanan yang sifatnya ritus, memang sudah ada pakemnya dan harus dipertahankan. Tapi untuk seblak, saya kira yang harus dipertahankan hanya cita rasa dasarnya, bumbu dasar dengan kencur. Sisanya, bisa menyesuaikan dengan zaman dan perubahan selera masyarakat," tuturnya.***