- Home
- Kulineran
Kenapa Lele Jadi Hidangan Andalan Warung Tenda di Indonesia?
Lele bukan hanya tentang cita rasa gurih atau harga yang terjangkau. Ia mewakili semangat kuliner rakyat: sederhana tapi berkualitas, merakyat tapi bermakna.

SOEAT - Di pinggir jalan kota, saat langit gelap mulai menggantung dan lampu tenda menyala satu per satu, aroma gorengan ikan lele menguar dari balik wajan besar. Bersama sambal tomat pedas dan lalapan segar, lele goreng menjadi hidangan sejuta umat. Ia terjangkau, mengenyangkan, dan menyatukan lidah berbagai kalangan.
Di balik kesederhanaannya, lele menyimpan cerita panjang tentang adaptasi, migrasi kuliner, dan efisiensi ekonomi. Tak heran jika hidangan ini menjadi pilihan utama di ribuan warung tenda dari Sabang sampai Merauke.
Menurut polling Kumparan (2023), lele menempati posisi pertama sebagai menu warung tenda paling disukai, mengungguli ayam goreng dan ikan nila. Di Jabodetabek, diperkirakan ada lebih dari 3.000 warung pecel lele yang dimiliki perantau asal Lamongan. Ini membuktikan dominasi lele dalam ranah kuliner malam.
Bermula dari Lamongan, Menjamur ke Kota Besar
Fenomena pecel lele diyakini lahir dari para perantau asal Lamongan, Jawa Timur, yang mulai membuka warung tenda di Jakarta dan kota-kota besar lain sejak dekade 1970-an. Saat itu, banyak warga dari Kecamatan Sekaran dan Maduran merantau ke kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya untuk mencari penghidupan.
Mereka membawa resep “pecek lele” khas kampung halaman. Ikan lele goreng yang dipenyet lalu disiram sambal tomat kental.
Namun, karena di Jakarta sudah ada kuliner Betawi bernama pecak lele, para perantau mengganti istilah “pecek” menjadi pecel lele agar lebih mudah diterima masyarakat. Meski tidak menggunakan sambal kacang seperti pecel sayur, nama “pecel lele” tetap melekat dan populer.
Sejak saat itu, pecel lele tak hanya jadi menu, tapi juga simbol kuliner malam yang merakyat.
Perkembangan dan Popularitas
Pada tahun 1990-an, warung pecel lele mulai menjamur di kota-kota besar. Di Jakarta, spanduk bertuliskan “Pecel Lele Lamongan” menjadi pemandangan umum di malam hari.
Sejarawan JJ Rizal kepada Kumparan mengatakan, pecel lele adalah contoh urban fast food Indonesia. Ia adalah makanan rakyat yang cepat saji, fleksibel, dan bisa menyesuaikan dengan selera lokal.
Kini, warung pecel lele tak hanya menyajikan lele. Menu seperti ayam goreng, bebek, tahu, tempe, dan sambal berbagai varian ikut melengkapi. Bahkan di beberapa daerah, ikan lain seperti mujair atau nila digunakan sebagai alternatif.
Adapun sambal pecel lele Lamongan memiliki ciri khas tersendiri. Yakni menggunakan kemiri, wijen, kacang tanah, dan petis ikan sebagai campuran. Ini membedakannya dari sambal biasa dan memberi rasa gurih yang khas.
Kenapa Lele Jadi Pilihan Utama?
Lele bukan satu-satunya ikan air tawar di Indonesia. Tapi ada alasan kuat kenapa ia jadi primadona warung tenda.
Lele dapat hidup di kolam kecil dan tumbuh dengan pakan sederhana. Biaya produksinya rendah, sehingga cocok untuk pelaku usaha kuliner skala mikro.
Sistem pernapasan labirin membuat lele bisa bertahan hidup meski minim oksigen. Penjual bisa menyimpan lele hidup hingga digoreng, menjaga kesegaran tanpa freezer.
Kulit lele bisa digoreng garing, sementara dagingnya lembut dan mudah menyerap bumbu. Cocok disandingkan dengan sambal tomat, terasi, atau kacang.
Selain itu tak perlu teknik rumit, lele bisa digoreng dalam waktu singkat. Ini penting untuk menjaga kecepatan saji dan efisiensi dapur.
Lele mengandung protein tinggi, omega-3, vitamin B12, dan selenium. Kandungan ini mendukung kesehatan otak dan metabolisme tubuh.***